Asmara Sang Pujangga Dalam Pusara Duka, Terhalang Titah Raja

Iklan Pemilu

Tengkoe Amir Hamzah Pangeran Indra Poetera atau yang lebih akrab dikenal Amir Hamzah (nama penanya). Amir lahir di Tanjung Pura, 28 Februari 1911.  Amir adalah sastrawan Indonesia Angkatan Poedjangga Baroe dan Pahlawan Nasional.

Lahir dari keluarga bangsawan Melayu Kesultanan Langkat, Sumatera Timur (kini Sumatera Utara).

Sekira tahun 1924 atau 1925, Amir lulus dari sekolah dasarnya di Langkat. Ia lalu melanjutkan studinya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), sekolah menengah pertama di Medan.

Setelah menamatkan sekolahnya. Dua tahun setelahnya, Amir menjalani hubungan formalnya dengan Aja Bun, sepupunya dari pihak ibu.

Biografer M. Lah Husny menulis bahwa keduanya sengaja dipertemukan dan dijodohkan untuk menikah oleh orang tua mereka.

Namun berbeda dengan NH Dini, hubungan Amir tersebut sebagai sumpah untuk menjadi selalu setia. Karena orang tua Amir mengizinkannya untuk melanjutkan studinya di Jawa.

Amir kemudian pergi ke Surakarta untuk melanjutkan studinya.

Cinta Pertama Amir

Aja Bun, sepupu perempuan Amir yang telah dianggap selayaknya anak oleh ayahanda dan bunda Amir Hamzah.

Aja Bun adalah anak dari Wan Bakar dan Tengku Siti. Berdasarkkan silsilah keluarga, Tengku Siti dengan Tengku Mahjiwa bersaudara kandung.

Dalam hubungan keluarga Tengku Pangeran Adil dengan Wan Bakar berbiras (sepengambilan) istilahnya, yaitu sama-sama mengambil satu induk atau rumpun keluarga.

Kedua orang tua mereka menyimpan niat menjodohkan Aja Bun dan Amir Hamzah.

Disisi Amir pun tumbuh di dalam hati rasa kasih sayang kepada Aja Bun. Sebaliknya pun telah tersemai rasa mesra terhadap Amir Hamzah.

Sungguhpun demikian, Amir Hamzah telah bertekad, bahwa ia harus menyelesaikan sekolahnya.

Ia berhajat sekali hendak sekolah di Jawa dan mengharapkan meningkat ke jenjang perguruan tinggi sampai selesai.

Selepas itu, barulah soal berumah tangga dilaksanakan. Amir Hamzah memberitahukan kepada ayah dan bundanya, bahwa inilah syarat-syarat utamanya yang harus menjadi perhatian orang tua.

Syarat yang diajukan Amir disetujui orang tuanya, namun dengan syarat Amir harus bersedia dijodohkan dengan Aja Bun, bukan dengan orang lain.

Hal itu kerena ketika seorang yang dikirim ke Jawa, tiga orang yang kembali ke pangkalan. Bertambah dengan seorang isteri dan seorang anak.

Patah Hati Sunyi

Berselang waktu, saat Amir mejalani studinya di Surakarta, Aja Bun di nikahkan dengan abangnya Amir yaitu Tengku Husin Ibrahim.

Baca Juga  Catatan Kematian Amangkurat 1 di Banyumas

Tengku Husin Ibrahim lulusan Osvia, dipindahkan pemerintah Belanda dari Pancurbatu (dahulunya bernama Arnhemia) Deli Hulu ke Langkat, Kota Binjai sebagai Adspirant Controleur.

Sepulang ke Langkat, Ia didesak keluarga untuk menikah demi menjaga martabat dirinya, namun ia selalu menolak.

Walau demikian, akhirnya Abangnya Amir, Tengku Husni Ibrahim menuruti kemauan orangtua.

Sebaliknya, meski dengan berat hati serta rasa pilu Aja Bun mengikuti kehendak orang tuanya dan orang tua Amir Hamzah.

Aja Bun dengan Tengku Husin Ibrahim menjadi suami dan isteri dan diresmikan menurut adat Melayu.

Ketika Amir Hamzah pulang ke Langkat di sela-sela masa libur sekolahnya di Jawa. Kedua orangtua Amir memberitahu bahwa Aja Bun telah kawin dengan Tengku Husin Ibrahim abangndanya.

Cinta pertamanya patah arang. Kepada Aja Bun dikirimnya “sajak ragu” yang bertajuk “Apatah Kekal” setelah selesai dibaca. Aja Bun merobek-robeknya agar tiada jadi fitnah kepada suaminya.

Setelah masa libur, berangkatlah Amir dengan kedukaan dan patah yang sunyi.

Gadis Jawa Penawar Luka

Lilik Sundari Teman Akrab Amir Hamzah di Pulau Jawa

Hubungan Cinta dengan llik Sundari
Waktu ia belajar di AMS Surakarta sambil belajar untuk diri sendiri, Amir Hamzah juga mengajar sebagai guru di Perguruan Taman Siswa.

Selain itu dikabarkan Amir juga aktif dalam pergerakan menjelang kemerdekaan dari kota Surakarta ini banyak tumbuh benih-benih pahlawan dan patriot bangsa Indonesia.

Amir Hamzah turut menebar benih kemerdekaan, merintis jalan menuju kemerdekaan dan kemuliaan bangsa  Indonesia.

Menempuh pendidikan dan aktif dipergerakan membuatnya bertemu dan berkenal dengan llik Sundari.

Perempuan Jawa, yang bertinggal tidak jauh dari asramaya (kost). Mereka sering berbincang akrab.

Gadis Jawa dan putra Melayu ini, sambil bertukar pengalaman, keilmuan, juga sekaligus memupuk getar-gctar asmara, bertemu memadu.

Usai patahya kisah kasihnya dengan Aja Bun di Tanah Langkat. Tampaknya muncul sinar cinta cemerlang yang baru di Tanah.

Seiring berjalan waktu luka-luka lama di hati karena goresan cinta yang kandas, kian menipis.

Atas hubungannya dengan dengan Lilik Sundari, Amir meminta pertimbangan kepada Abang Tengku Nyot melalui surat.

Amir Hamzah meminta pertimbangan dan nasehat dari keluarganya yang terpercaya. Surat Amir itu sejatinya isyarat meminta restu Tegku Nyot serta segenap keluarga besarnya.

Cinta Terhalang Titah Raja

Amir Hamzah Asmara Sang Pujangga Dalam Duka Terhalang Titah Raja

Pergerakan dan pergaulan sosial Amir Hamzah dengan kawan-kawannya di Batavia membuat semangat kebangsaan Amir hamzah makin bergelora.

Baca Juga  Resolusi Jihad 20 Oktober 1945: Titik Balik Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia

Dibalik itu Pemerintah Hindia Belanda tidak menyenangi kegiatan Amir Hamzah. Karena sadar bahwa jika kaum intelektual bangsawan dan rakyat bersatu dalam niat dan tindakan maka kepentingan mereka akan terancam.

Untuk mengantisipasi hal itu, maka pemerintah kolonal Belanda mendesak Sultan Langkat Mahmud untuk menghentikan kegiatan Amir Hamzah.

Lebih dari itu memisahkan Amir dengan kaum pergerakan kebangsaan lndonesia di Jawa.

Pemerintahan Hindia Belanda meminta Sultan Mahmud untuk mengikat erat Amir di Negeri Langkat.

Satu-satunya cara yang paling tepat untuk itu ialah menikahkannya dengan putri sulung Sultan Langkat, Tuan Putri Tengku Kamaliah.

Tentu hal itu bertolak belakang dengan kelaziman kaun bangsawan Sumatera Timur. Seorang putri Sulung Sultan lazimnya inisekurang-kurangnya haruslah dengan Putra Mahkota atau seorang Sultan pula.

Namun sekali ini, Amir Hamzah ditetapkan akan memperistrikan putri sulung Sultan Langkat. Tentulah ada hal-hal yang luar biasa di balik perkawinan agung ini.

Kemudian keluarga dan saudara-saudara Amir Hamzah mendesak agar Amir Hamzah menerima titah Sultan Langkat itu.

Titah Sultan harus ditaati dan dijunjung tinggi. Kalau Amir Hamzah menolak titah Sultan Langkat itu, maka bencana dan aib mungkin akan menimpa keluarga beliau.

Dalam keadaan ini, Amir Hamzah bak kata pepatah:

pipit tuli makan di hujan, tak dihalau padi habis, bila dihalau basah.”

Situasi sulit bergelayut di benak Amir. Ia berada dalam posisi seperti yang digambarkan adagium Melayu:

bak makan buah simalakama, tak dimakan mati ayah, jika dimakan mali ibu.”

Dengan mempertimbangkan segala pertimbangan. Akhirnya Amir Hamzah tidak dapal menolak.

Amir menerima tawaran sekaligus titah Sultan Langkat yang juga adalah pakcikndanya.

Dengan demikian maka Amir Hamzah untuk kedua kalinya mengalami kekagalan cintanya.

Akhirnya, Amir akan memperistri Tengku Putri Kamiliah, seorang wanita yang hampir tak pernah ia temui sebelumnya.

Hati beliau menangis jiwa pujangganya lirih. Namun apa daya, memang sudah demikian takdirnya. Suasana hati tergambarkan pada sajaknya.

Aku boneka engkau boneka
Menghibur dalang mengatur tembang
Dilatar kembang bertukar pandang
Hanya selagu, sepandang dendang
Golek  gemilang ditukarnya pulang
Aku engkau di kotak terletak
Aku boneka engkau boneka
Pemenang dalam mengarahkan sajak
(Sebab Dikau)

Menikah Dengan Tengku Kamaliah

Tengku Amir Hamzah dan Tengku Kamaliah Dipernikahan Mereka, 1937

Pernikahan Amir Hamzah dengan Tuan Putri Tengku Kamaliah dilakukan sesuai dengan adat-istiadat pernikahan anak Raja-raja Melayu Langkat.

Baca Juga  Rengasdengklok, Peristiwa Satu Hari Menjelang Kemerdekaan Indonesia

Sebelum pesta pernikahan (resepsi, bersanding), Amir kembali ke Batavia untuk menghadapi ujian kuliah terakhirnya – dan mengatur sebuah pertemuan terakhir dengan Soendari.

Beberapa minggu kemudian Amir kembali ke Langkat. Amir dan Kamiliah menikah dalam sebuah upacara mewah.

Sepupunya, Tengku Burhan, kemudian menyatakan bahwa ketidakpedulian Amir sepanjang upacara adat tujuh hari tersebut adalah karena Amir terus memikirkan Soendari.

Menurut Dini, Amir mengaku pada Kamiliah bahwa dia tidak pernah bisa mencintainya karena ia telah memiliki Soendari.

Amir merasa berkewajiban untuk menikahinya, pengakuan yang kabarnya diterima oleh Kamiliah.

Amir menyimpan sebuah album dengan foto-foto Soendari, kekasih Jawanya di rumahnya dan sering mengisolasi dirinya dari keluarganya, tenggelam dalam pikirannya.

Dari pernikahannya dengan Tengku Kamaliah, Amir memperoleh seorang anak perempuan yang dinamakannya Tengku Tahura atau Tengku Yong yang sering pula disebut Kuyong.

Akhir Hayat

Pada tahun pertama negara Indonesia lahir. Amir tewas dalam peristiwa konflik sosial berdarah di Sumatera. Peristiwa itu sulut oleh faksi dari Komunis Indonesia dan dimakamkan di sebuah kuburan massal.

Pagi itu,  20 Maret 1946, Amir tewas dengan 26 orang tahanan lainnya. Amir dimakamkan di sebuah kuburan massal yang telah digali para tahanan tersebut. Beberapa saudara Amir juga tewas dalam revolusi tersebut.

Setelah dilumpuhkan oleh pasukan nasionalis, pemimpin revolusi tersebut diinterogasi oleh tim yang dipimpin oleh Adnan Kapau Gani.

Adnan dilaporkan telah berulang kali menanyakan “Dimana Amir Hamzah?” selama penyelidikan seputar peristiwa tersebut.

Pada tahun 1948 sebuah makam di Kwala Begumit digali dan jenazah yang ditemukan diidentifikasi oleh anggota keluarga.

Tulang belulang Amir berhasil diidentifikasi karena gigi palsu yang hilang.

Pada November 1949 jenazahnya dikuburkan di Masjid Azizi di Tanjung Pura, Langkat.

Atas jasa-jasanya, Amir Hamzah diangkat menjadi Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan SK Presiden RI Nomor 106/ tahun 1975, tanggal 3 November 1975.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *