HIKMAH  

Khutbah kemerdekaan “Merdeka Sesungguhnya”

Oleh: Safawi Al Jawy

Iklan Pemilu

suarain.com – 17 Agustus  adalah hari kemerdekaan BangsaIndoensia. Seluruh elemen bangsa turut merayakannya dengan penuh khidmat.

Berbagai ekpresi dilakukan dalam menyambut hari kemerdekaan ini. 79 tahun bangsa ini telah merayakan kemerdekaannya. Dari kita kecil, kita diajarkan untuk bergembira dengan hari kemerdekaan.

Pada buku-buku cerita, pelajaran sejarah hingga masuk dalam kurikulum pendidikan, kita diperkenalkan dengan semangat kepahlawanan para pendahulu kita. Kita diajarkan tentang perang Surabaya, perlawanan kaum Santri terhadap pasukan Britania Belanda yang ingin mengambil kembali daerah jajahannya.

Kita dikobarkan dengan semangat Bandung Lautan Api, bagaimana peristiwa setelah kemerdekaan tahun 1946 kembali para penjajah ingin menduduki kembali daerah jajahannya. Dengan kobaran semangat juang, para mujahid pejuang dan rakyat Indonesia, membakar kediamannya sendiri dengan kobaran api kepahlawanan dan perlawanan agar tidak diduduki kembali tanah airnya.

Yang terdekat, pada tanggal 13 agustus 1947 rakyat Inondesia, berbondong-bondong bersama para pejuang kemerdekaan berjibaku membumi hanguskan Panngkalan Brandan dengan kobaran semangat cinta tanah air, nasionalisme dan demi menegak marwah tinggi kebangsaan, terekam sejarah tertulis sebagai Berandan Bumi Hangus.

Semangat Heroik Patriotisme

Deretan semangat patriotisme bangsa Indonesia yang membikin bulu roma bergidik, berikut petikan-petikan tulisan Bung Tomo yang berhasil terekam  dalam buku kumpulan karangan berjudul Bung Tomo, dari 10 Nopember 1945 ke Orde Baru yang begitu hidup dan dramatis menggambarkan peristiwa perobekan bendera merah putih biru menjadi bendera Merah Putih di Hotel Oranje, Surabaya.

Baca Juga  Amalan dan Keutamaan Maulid Nabi Muhammad SAW

Beberapa pemuda menerobos masuk ruangan hotel. Si Tiga Warna, merah, putih, biru, bendera Belanda, menjadi tujuan. Seorang berhasil memanjat atap hotel, tetapi tiba-tiba terpelantinglah dia karena pukulan seorang Belanda dari belakang. Seorang jatuh, lainnya segera mengganti. Agak sulit penggantinya ini mencapai tujuannya.

Sekonyong-konyong bagai disulap, naiklah beberapa buah tangga, yang memudahkan para pemuda kita menyelesaikan pekerjaannya. Si Tiga Warna cepat ditarik turun. Berdebar-debar, bangga hatiku. Rakyat bersorak. Mendadak, apakah yang kita lihat beberapa detik kemudian?

Ya, Allah… pemuda yang berada di atap itu telah merobek kain biru yang melekat pada Si Tiga Warna. Hanya merah dan putih yang dibiarkan menyatu. Perlahan-lahan dinaikkan kembali Sang Merah Putih tersebut. Getaran jiwa yang meluap bagaikan air bah tidak tertahan, hanya berkumandang seruan ”Merdeka! Merdeka! Merdeka!” mengiringi naiknya Sang Dwiwarna, lambang kejayaan Indonesia.

Petikan Khotbah Bung Tomo

Berikut petikan Khotbah perjuangan beliau yang sengaja disiarkan melalui radio-radio di seluruh pelosok negeri terutama Surabaya saat itu.

Baca Juga  Dosa Paling Besar Setelah Syirik dan Kufur

“Selama banteng-banteng Indonesia masih berdarah merah, yang dapat membikin secarik kain putih menjadi merah dan putih, selama itu tidak akan suka kita membawa bendera putih untuk menyerah kepada siapa pun juga.”

Saat kobaran pidato tersebut, memicu semangat Rakyat Indonesia untuk turun di medan pertempuran. Kamu sarungan, para santri dan kiyai turun ke jalan, karena dipicu oleh sebuah dawuh, intruksi dari Kiyai Hasyim Asyari dan beberapa para ulama saat itu untuk memberikan fatwa bahwa, bertempur berjuang melawan Belanda adalah Jihad fi Sabilillah, dan barang siapa yang mati ketika itu dihukumi mati sebagai para syuhada. Yang kemudian masyhur dikenal sebagai Resolusi Jihad

Bagai anai-anai keluar dari busut, mereka menjemput perjuangan itu, menggunakan daya kemampuan yang mereka punya, ribuan para santri para kiyai ikut berperang hingga menguras banyak kerugian dan kematian di pihak penjajah ketika itu…

Hadirin..

Hari ini kita merayakannya dengan kegiatan perlombaan. Panjat Pinang, diakhiri dengan pertikaian perebutan  hadiah utama siapa yang lebih berhak mendapatkannya. Kita merayakannya dengan lomba berjoget ibuk-ibuk melenggok-lenggok secara erotis diiringi lagu dangdut atau lagu Dj tanpa sadar mengindahkan norma-norma agama, budaya, pantas dan kesopanan.

Sementara ada berita duka di ujung sana. Tepatnya di pusat pemerintahan RI. Para pengibar Bendera, terpaksa melepaskan hijab nya demi intruksi kenegaraan atas nama keseragaman dan persamaan, sementara mereka tidak paham bahwa Hijab adalah Identitas Muslim Indonesia, Nasionalis Religius. Darah-darah Santri yang bececaran di Bumi Indonesia untuk merebut kedaulatan NKRI ini tolong jangan dilupakan.  Melepaskan hijab, tanpa sadar menjajah kebebasan ekspresi keberagamaan bangsa Indonesia.

Baca Juga  Resolusi Jihad: Sumpah Setia Santri untuk Negeri

Hadirin.

Merdekakah kita hari ini? Bagaimanakah sesungguhnya merdeka itu. Meredeka itu adalah kebebasan kita terhadap apapun yang membelnggu jiwa kita. Keterikatan kita akan Tuhan yang maha Esa malah membebaskan kita dari segala bentuk keinginan-keinginan buniawi yang kadeng membelenggu kita, membuat kita tidak bahagia. Kebebasan sesungguhnya adalah ketika kita menjadi Hamba Allah yang tidak lagi membutuhkan apa-apa selain ridho dan kasihNya. Merdeka itu adalah memiliki jiwa yang tenang seperti dua petikan terakhir dalam surat Al fajar:

Wahai jiwa yang tenang , kembalilah kepada tuhanmu dengan ridho dan diridhio. Dan masuklah ke dalam golongan hambaKu dan masuklah ke dalam SurgaMu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *