Sekecil apapun, musibah tetaplah musibah. Kebakaran di Bahorok yang melahap 6 unit ruko, Kamis, 3 April 2025 sekitar pukul 03.00 dini hari memberikan i’tibar bagi kita.
Musibah datang silih berganti di kehidupan manusia.
Sayangnya, ia tidak mengenal jadwal, kapan akan terjadi.
Hingga manusia tak siap menghadapinya.
Sangkingkan ketidaksiapannya manusia, hati dan pikiriannya hancur menghadapinya.
Musibah juga dapat disebut tragedi, sesuatu yang kurang menyenangkan terjadi di kehidupan manusia.
Bagaimana cara menghadapi musibah atau tragedi?
Menarik sekali kalau kita mengambil pendapat zizek, seorang filsuf kontemporer abad ini.
Tragedi adalah the real, katanya. Yakni situasi yang tak dapat dikatakan.
Ia mampu melepaskan kita dari jaring-jaring rutinitas yang menghanyutkan.
the real, juga solusi bagi mereka yang sedang mengalami musibah atau tragedi.
Karena, the real mengajak kita berpikir ulang, kemana kita akan menuju dan apa yang harus dilakukan.
the real menarik kembali pikiran kita yang telah hanyut dalam frustasi, kesedihan dan penderitaan terhadap musibah yang tengah terjadi.
Mengembalikan pikiran kita saat ini dengan lebih fokus memikirkan apa yang semestinya dilakukan kedepan dan saat ini.
Kebakaran Bahorok adalah tragedi di hari yang Fitri. Kebakaran tersebut menyadarkan kita akan sesuatu.
Bahwa kita adalah manusia yang lemah. Butuh entitas lain untuk saling membangun sistem kehidupan.
Kebakaran ini harusnya membunuh arogansi kita sebagai manusia yang disebut paling mulia secara narsistik.
Padahal sesungguhnya, dikatakan paling mulia karena kita adalah perawat alam semesta, menjaganya serta merasa hidup bersama dalam lingkungan semesta.
Turut berduka cita bagi korban kebakaran di Bahorok..!
