Sabtu, 29 November 2024
Tentu suatu kewajaran jika muncul pertanyaan – pertanyaan dan pernyataan terkait pelaksanaan pemungutan suara pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Langkat pad 27 November 2024 lalu.
Hal ini berkaitan dengan fonomena yang ada. Saya akan menyebutnya ini dengan fenomena, keanehan. Ketidak laziman dialam demokrasi modern saat ini.
Tentulah memang hasil dari pemungutan dan penghitungan suara sudah dilakukan serta sudah pula diketahui hasil sementara menunggu keputusan resmi dari KPU.
Pemungutan suara Pilkada Langkat yang diwarnai hujan menjadi salah satu penyebab tingginya angka golput (pemilih tidak menggunakan hak pilihnya). Meski belum ada pernyataan resmi dari KPU Langkat terkait persentasi golput pada Pilkada tahun 2024.
Namun tulisan ini, bukan menyoal siapa peraih suara terbanyak atau tingginya angka golput di Langkat, melainkan adanya ketidak laziman yang terjadi dibeberapa TPS (Tempat Pemungutan Suara) Pilkada Langkat 2024.
Pada hasil pemungutan suara dibeberapa TPS di Kabupaten Langkat terkhusus di Kecamatan Kuala terdapat beberapa TPS setelah penghitungan suara didapat jumlah pemilih yang menggunakan hak pilih sama dengan jumlah suara yang diraih salah satu Pasangan Calon (paslon) Bupati-Wakil Bupati Langkat, yakni Paslon Nomor urut 1 Syah afandin – Tiorita Br Surbakti.
Fenomena Pilkada Raja Tengah Kuala
Hasil dari penelusuran Sirekap (Sistem Informasi Rekapitulasi) Pilkada 2024 KPU.
Model C Hasil KWK Bupati yang di upload di website Sirekap KPU menunjukkan data, dari 6 TPS di Desa Raja Tengah, Langkat. Ada 4 TPS dengan jumlah suara paslon nomor urut 1 sama dengan jumlah pemilih yang hadir. Semetara Paslon Bupati Wakil Bupati Langkat nomor Urut 2 Iskandar Sugito – Adli Tama Hidayat Sembiring tidak meraih satu pun suara atau nol suara.
Kemudian 2 TPS lainnya, yakni TPS 1 dan 5, Paslon Bupati Wakil Bupati Langkat nomor Urut 2 juga tidak meraih suara atau nol suara. Sementara paslon Nomor urut 1 meraih 285 suara dari 287 pemilih yang hadir di TPS 1. Lalu di TPS 5 meraih suara 218 suara dari 220 jumlah pemilih yang hadir. Di kedua TPS tersebut masing-masing terdapat 2 suara tidak sah.
Untuk diketahui bahwa Desa Raja Tengan merupakan domisili atau desa Calon Wakil Bupati Langkat Tiorita Br Surbakti yang merupakan Istri dari eks. Bupati Langkat Terbit Rencana PA alias Cana. Pola seperti ini juga dikabarkan juga terjadi pada Pilkada tahun 2018 lalu. Menghantarkan Pasangan Terasa (Terbit Rencana PA – Syah Afandin) terpilih menjadi Bupati dan Wakil Bupati Langkat periode 2019 – 2024.
Balai Kasih, Kuala
Lalu di Kecamatan yang sama di desa yang berbeda juga ditemukan pola yang hampir sama dengan TPS-TPS yang ada di Desa Raja Tengah.
Desa tersebut yakni Desa Balai Kasih. Ada 4 TPS di desa Balai Kasih. Di 4 TPS yang berada di desa Balai Kasih paslon nomor urut 2 hanya meraih 1 yakni di TPS 3. Kemudian di 4 TPS yang ada di Desa Balai Kasih terdapat 106 suara tidak sah. Dengan rincian TPS 1 sebanyak 31 suara tidak sah. TPS 2 sebanyak 47 suara tidak sah. TPS 3 sebanyak 22 suara tidak sah dan TPS 4 sebanyak 6 suara tidak sah.
Tentu ini memunculkan pertanyaan-pertanyaan. Apakah benar sedemikian dicintainya Tiorita Br Surbakti sehingga seluruh pemilih di Desa Raja Tengah memilihnya? Atau ada faktor tertentu yang mendorong kondisi seperti itu bisa berlaku di desa itu? Sehingga baik pemilih dari masyarakat biasa, petugas penyelenggara pemungutan suara, pengawas TPS seluruhnya nemilih paslon Satria. Lalu bagaimana dengan saksi paslon nomor urut 2, apakah juga memilih paslon Satria?
Kondisi ini harus pula menjadi daerah penelitian bagi aktivis – aktivis demokrasi. Benarkah sebegitu homogennya pilihan para pemilih dua desa di Kecamatan Kuala itu.
Sistem Noken Pemilu di Papua
Raihan suara 100 persen memang pernah dicatatkan oleh Joko Widoo – Ma’ruf Amin pada Pilpres 2019. Pasangan Jokowi-Ma’ruf meraih 100 persen di lima kabupaten dari 29 kabupaten/kota. Kelima kabupaten itu yakni Kabupaten Puncak Jaya mendapat 183.886 suara, Puncak 158.330 suara, dan Lanny Jaya 188.305 suara. Kemudian Nduga 94.214 suara, dan Mamberamo Tengah sebanyak 37.592 suara.
Namun yang menjadi catatan kelima kabupaten yang berada di kawasan pegunungan tengah itu menggunakan sistem “noken”.
Apa Itu Sistem Noken
Sistem noken merupakan, metode khusus proses pemilihan Pemilu untuk masyarakat Papua yang berasal dari daerah pegunungan. Sistem noken pertama kali dilaksanakan pada 2004, di 16 kabupaten di Provinsi Papua.
Cara kerja sistem noken ini menggunakan prinsip pemilihan dengan model election in the field. Artinya proses pemilihan harus dilakukan secara langsung, umum, bebas, terbuka, jujur, dan adil.
Namun, sistem ini berkaitan langsung dengan para pemimpin tradisional. Keputusan pemilihan dipercayakan kepada tangan ketua atau pemimpin suku.
Mengutip laman jdih.kpu.go.id, penggunaan sistem noken dalam Pemilu dan Pilkada di Papua diatur putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 47-81/PHPU.AVII/2019.
Hal ini sebagai yurisprudensi dalam penggunaan sistem noken atau lkat yang digunakan oleh masyarakat tertentu di Papua.
Terdapat dua cara dalam pelaksanaan sistem noken, yaitu sistem noken dan sistem ikat.
Mengutip laman repository.uksw.edu, sistem noken merujuk dari kesepakatan masyarakat setempat yang dilakukan di TPS.
Semua surat suara Pemilu yang diwakili kepala suku itu nantinya dimasukan ke dalam noken atau tempat suara.
Penggunaan sistem noken hanya dapat dilakukan pada wilayah-wilayah yang sulit dijangkau atau terpencil. Sistem noken ini dilakukan sesuai dengan kearifan lokal masyarakat setempat.
Sistem ini biasanya digunakan di daerah Pegunungan Tengah Papua. Sebab, masyarakat di sana hidup tanpa akses informasi, transportasi, alat komunikasi, serta memiliki pendidikan yang rendah.