Korupsi di Sektor Pendidikan Tinggi, Ini Data dan Modusnya

Gambaran Sarana Prasarana Pendidikan di Berbagai Daerah di Indonesia
Iklan Pemilu

Sabtu, 7 Desember 2024

Masih dalam ingatan kita, 6 bulan lalu, tepatnya pada 6 Juni 2024, peristiwa mendatangkan kabar mengejutkan datang dari Padang. Sejumlah orang, satu di antaranya seorang guru, ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan alat peraga di Dinas Pendidikan Sumatera Barat.

ICW mengatakan korupsi dana BOS umumnya melibatkan pihak sekolah. Mulai dari kepala sekolah, bendahara hingga guru dan dinas Pendidikan Kabupaten/kota.

Tahun ke tahun, pergerakan korupsi di sektor pendidikan menjadi sangat meresahkan. Bak kata pepatah ibarat mati satu, tumbuh seribu.

Seakan tiada takutnya insan pendidikan seperti tak pernah belajar dengan kasus-kasus sebelumnya, justru tak malu-malu melakukan perbuatan culas itu.

Dlam sebuah kajian ICW, tren kasus korupsi antara 2016 hingga 2021 menyebutkan korupsi di sektor pendidikan masuk dalam lima besar korupsi di Indonesia berdasarkan sektor.

Adapun sektor lainnya sektor anggaran desa, pemerintahan, transportasi, dan perbankan.

Secara general, ICW mencatat ada 240 korupsi pendidikan yang ditindak aparat penegak hukum sepanjang Januari 2016 hingga September 2021. Kerugian negara yang ditimbulkan Rp 1,6 triliun.

Dari 240 kasus korupsi tersebut, sebanyak 21 korupsi yang terjadi Sumatera Utara.

2021 ICW – Tren Penindakan Korupsi Sektor Pendidikan

Daerah dengan kasus korupsi sektor pendidikan terbanyak belum tentu merupakan daerah yang paling korup mengelola anggaran pendidikan.

Tingginya angka kasus bisa jadi dikarenakan keaktifan APH, inspektorat, atau masyarakat dalam melaporkan kasus korupsi.

Namun, data ini patut menjadi bahan evaluasi APH, Kemendikbud, dan
pemda terkait untuk mengawasi anggaran pendidikan.

“Data tersebut menunjukkan bahwa sektor pendidikan masih menjadi ladang korupsi. Bahkan di tengah pandemi Covid-19, korupsi sektor pendidikan tak berhenti,” tulis ICW dalam laporannya November 2021.

Baca Juga  Satu Paslon Di Pilkada Langkat Lawan Kotak Kosong, Asumsi atau Ilusi

Mayoritas para tersangka korupsi di sektor pendidikan ialah pegawai negeri sipil dinas pendidikan, petugas pengadaan, kepala/wakil kepala sekolah, pegawai instansi lain, kepala disdik, dan lain-lain.

Terdapat pula kepala daerah dan anggota DPR/DPRD yang juga terlibat dalam kasus korupsi sektor pendidikan.

Korupsi Pendidikan Melibatkan Rektor

Ilustrasi

Pada 2022, muncul kasus korupsi menghebohkan dari Universitas Lampung. Diberitakan bahwa calon mahasiswa jalur mandiri yang ingin diterima di kampus tersebut harus membayar Rp100 juta hingga Rp350 juta.

Kasus ini turut melibatkan mantan Rektor Unila Prof Karomani. Pada Mei 2023, ia divonis 10 tahun penjara karena terbukti terlibat suap-menyuap.

Dalam kasus itu, Karomani tidak sendirian. Mantan Wakil Rektor 1 Unila Heryandi dan mantan Ketua Senat Unila M Basri juga diganjar hukuman penjara 4,5 tahun penjara.

Kejadian tersebut semakin membuktikan bahwa korupsi di lingkup pendidikan benar-benar meresahkan. Bukan saja dilakukan oleh staf instansi, tapi oleh guru, kepala sekolah, hingga rektor.

Data menyebutkan sekitar 86 persen koruptor yang ditangkap KPK adalah lulusan perguruan tinggi, bahkan sebagian besar koruptor yang ditangkap telah mendapatkan gelar master (Detik.com, 7 Desember 2021).

Mereka yang harusnya menjaga muruah pendidikan karakter atau antikorupsi, justru melakukan korupsi.

“Kasus ini hanya mungkin terjadi dilakukan oleh oknum yang punya wewenang kuat untuk menentukan kelulusan mahasiswa, bukan oknum pendidikan kelas bawah.

Hal ini menguatkan bahwa praktik korupsi para oknum pendidik tak lagi dilakukan secara malu-malu, tetapi sudah terorganisir secara sistematis,” tulis Kompas, 22 Agustus 2022.

Tiga Dimensi Potret Dunia Pendidikan

Ilustrasi Korupsi Sektor Pendidikan

Melalui Survei Penilaian Integritas Pendidikan, KPK juga memotret dunia pendidikan dalam tiga dimensi. Hasil survei ini diterbitkan oleh KPK pada akhir April 2024.

Baca Juga  Dua Belas Kriteria Calon Kepala Daerah Ideal: Membangun Daerah Maju dan Berkah

Hasilnya, dimensi karakter ditemukan perilaku integritas peserta didik masih cenderung bersifat parsial dan belum menjadi pembiasaan menyeluruh di satun pendidikan.

Selanjutnya pada dimensi ekosistem juga belum cukup kondusif untuk tegaknya nilai-nilai integritas.

Ini terlihat dari masih minimnya keteladanan yang diberikan oleh para tenaga pendidik. Hal ini dapat dilihat seperti ketidakdisiplinan waktu mengajar, kecurangan akademik, atau maraknya praktik shadow education.

Adapun yang terakhir pada dimensi tata kelola terlihat perilaku koruptif masih mengkhawatirkan seperti normalisasi gratifikasi, pungutan liar.

Selain itu kolusi dalam pengadaan barang/jasa, nepotisme penerimaan siswa/mahasiswa baru, laporan keuangan fiktif, dan pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang kurang akuntabel.

Modus Operandi Korupsi

Poster Protes Terhadap Dunia Pendidikan di Indonesia (ilustrasi)

Ada tujuh kategori instansi tempat terjadinya tindakan korupsi di sektor pendidikan. Diantara lain dinas pendidikan, sekolah, perguruan tinggi, kementerian/kanwil, dinas lainnya, institusi aparat penegak hukum, dan lainnya.

Sementara itu, sebagian besar modus korupsi di sektor pendidikan, yaitu laporan fiktif, penyalahgunaan anggaran, penggelembungan dana (mark up). Kemudian pungutan liar/pemerasan, penyunatan anggaran, penggelapan, dan penyalahgunaan wewenang.

Dari kasus-kasus yang telah ditangani oleh penegak hukum, korupsi yang terjadi terkait dengan, antara lain dana BOS, Dana Alokasi Khusus (DAK), Bantuan Operasional Pendidikan (BOP), hibah/ bansos, dan Program Indonesia Pintar (PIP).

Di sisi lain, menyangkut pembangunan infrastruktur, pengadaan non infrastruktur, gaji/ insentif guru, dan lainnya.

“Korupsi dana BOS umumnya melibatkan pihak sekolah, mulai dari kepala sekolah, bendahara hingga guru,” tulis ICW.

Solusi Atasi Korupsi

Menurut pandangan Sustain, konsultan riset dan pendidikan antikorupsi, salah satu yang menjadi faktor pendorong terjadinya korupsi di sektor pendidikan adalah kompleksitas sistem pendidikan. Selain itu kurangnya transparansi dalam tata kelola pendidikan.

Baca Juga  Indeks Integritas Pendidikan Rendah, KPK Awasi Korupsi Sektor Pendidikan

Oleh karenanya, Sistem Manajemen Anti Penyuapan berdasarkan SNI ISO 37001:2016, dapat menjadi salah satu alternatif bagi perguruan tinggi maupun lembaga pendidikan lainnya. Hal ini untuk mencegah, mendeteksi dan merespon risiko korupsi di organisasi.

Sustain juga menekankan agar kementerian yang berwenang mengawasi lembaga pendidikan aktif mendorong lembaga pendidikan untuk memiliki tata kelola yang berintegritas. Selain itu juga berani memberikan sanksi bagi oknum-oknum yang melakukan korupsi.

Tidak hanya membuat kerugian keuangan negara, maraknya korupsi di sektor pendidikan, cepat atau lambat akan menggerus kualitas pendidikan.

Korupsi juga membuat para siswa tidak bisa menerima manfaat layanan pendidikan secara optimal. Justru, makin memperlebar jurang disparitas pendidikan di masyarakat.

Jika kondisi tersebut tidak segera ditangani dan dicegah, bisa-bisa seperti yang dikhawatirkan Azyumardi Azra, Profesor Sejarah UIN Syarif Hidayatullah, dalam tulisannya “Darurat Korupsi” (Kompas, 4 Februari 2021).

“Indonesia dalam darurat korupsi, menggelinding ke lubang gelap tidak berdasar (abyss),” tuturnya.

“Apa yang harus dilakukan?Memberantas korupsi tak bisa dengan sikap biasa. Korupsi sebagai ‘kejahatan luar biasa’ harus diberantas tak hanya dengan hukum konvensional, tetapi juga perlu terobosan kebijakan dan tindakan politik,” ia menambahkan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *