Selasa, 26 November 2024
Entah kapan akan berakhir pemilu tanpa substansi seperti saat-saat ini. Aturan tidak lagi menjadi acuan. Dilanggar sesuka hati demi melanggengkan kekuasaan dan jaminan posisi aman tanpa mengindahkan etika moral dan kebijaksanaan.
Inilah akibat dari pembiaran dari pembajakan konstitusi penganut Machiavellianisme. Politik yang kita jalani tidak lagi bertumpu pada nilai-nilai namun mewajarkan segala demi mencapai kuasa. Pemimpin tidak lagi berasaskan melayani namun penguasaan atas negeri sumberdaya dan energi.
“Kepribadian machiavellianism cenderung memiliki perilaku manipulatif. Kecenderungan ini dapat berdampak negatif pada hubungan sosial dan profesional.”
Institusi yang berjanji setia kepada negeri, diamanahkan mengayomi, menggaungkan presisi malah disinyalir ikut dalam kompetisi.
Lembaga pengawas pemilu yang diamanahkan mengawasi penyelenggaraan pesta demokrasi yang jujur dan adil, malah bak harimau tanpa gigi, bak singa peliharaan priyai.
Para aktivis demokrasi, mahasiswa harapan negeri, pilar demokrasi, bak bunga-bunga plastik indah penuh kepalsuan. Berselingkuh dengan kekuasaan.
Jika angkatan muda terpelajar sudah terkontaminasi dan terjebak dalam narasi apatisme dalam memandang kondisi saat ini lalu pada siapa lagi harapan itu kita letakan.
Aparatur negara menjadi alat pemegang kuasa. Rakyat dijadikan objek semata. Sumpah setia berujung sumpah serapah rakyat jelata.
Raja-raja di desa menjadi alat membeli suara. Rakyat menerima senang bak anak-anak mendapati hujan di hari senja.
Jika menolak atau tidak patuh perintah maka acaman menjadi sandingan.
Intimidasi yang tidak bisa ditoleransi dalam proses demokrasi.
Kondisi ini tidak jauh beda dengan Pilkada Langkat kali ini benar-benar berada di titik nadir moralitas.
Tercium busuk di setiap desa negeri bertuah. Bau busuk itu disebarkan lapisan aparatur desa dan pemerintahan, termasuk camat, lurah, dan kepala desa, diduga telah terseret dalam politik praktis.
Netralitas aparat desa, ASN dan institusi Polri merupakan syarat mutlak bagi terciptanya Pilkada yang bersih dan demokratis berintegritas.
Pemilu beritegritas yang diucapkan disetiap pidato pemimpin di negeri ini. Namun sepertinya itu hanya pepesan kosong, tanpa arti. Penuh kepalsuan kepura-puraan.
Jika dibiarkan terus seperti ini, maka demokrasi di Langkat tinggal menunggu mati.
Rakyat Langkat berhak mendapatkan pemimpin yang lahir dari proses yang jujur dan bermartabat, bukan dari manipulasi.
Kitalah yang menjadi benteng terakhir kini. Merdekalah Kita Sejak Berpikir. Memilihlah Sesuai Kehendak Hati.