Sebagaimana yang kita pahami bersama bahwa bagi seseorang yang kembali mencalonkan diri pada kedudukan yang sama akan mengunakan istilah lanjutkan. Lalu seseorang itu kita sebut dengan istilah petahan atau incumbent.
Untuk calon kepala daerah atau setingkat diatasnya sudah menjadi kebiasaan pada event pemilu menggunakan istilah lanjutkan.
Tentu senang tidak senang kata itu layak Ia miliki dan pergunakan sebagai jargon saat mempromosikan dirinya.
Sudah pula menjadi kelaziman calon tersebut akan menyajikan keberhasilan dari capai-capaian pembangunan yang telah Ia laksanakan sebagai pembuktian kepada masyarakat atau calon pemilih yang akan kembali memilihnya untuk melanjutkan kepemimpinannya.
Namun akan menjadi keanehan tersendiri diri jika ada seorang yang pernah mimpin dan mencalonkan kembali untuk kedudukan yang sama masih mengunakan istilah akan dan berjanji. Tentu hal itu menunjukan bahwa 5 tahun kemimpinannya yang lalu Ia telah gagal.
Kita akan membicarakan Pilkada, ajang demokrasi pemilihan kepala daerah, terkhusus Kabupaten Langkat.
Berjanji akan Perbaikan Infrastruktur
Berdasarkan pada data Bapan Pusat Statistik (BPS) Langkat yang disajikan pada Indikator Ekonomi Kabupaten Langkat 2023 menunjukkan jalan rusak berat terus meninggkat setiap tahunnya.
Pada periode 2021-2023, panjang jalan di Kabupaten Langkat adalah 1.561, 30 km. Belum ada penambahan panjang jalan selama kurun waktu tersebut.
Pada tahun 2021 jalan dengn kondisi rusak berat sepanjang 178,87 km atau 11,46% persen.
Lalu ditahun selanjutnya jalan rusak berat di Langkat mengalami peningkatan yang cukup drastis menjadi 32,67 persen atau bertambah menjadi 510,10 km, bertambah 21,21 persen.
Pada tahun 2023 jalan rusak berat semakin panjang atau meningkat menjadi 568,69 km atau bertambah 4.71persen menjadi 37.38 persen.
Berjanji Mengatasi Banjir
Banjir kerap kali menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari permersaalahan di Kabupaten Langkat, terkhusus di daerah – daerah yang rawan banjir. Seperti Batang Serangan, Tanjung Pura dan Sei Lepan.
Tiga kecamatan ini kerap digenangi air ketika musim penghujan. Bahkan dikarenakan seringnya banjir di kota Tanjung Pura, memunculkan istilah bahwa banjir bagi masyarakat Tanjung Pura merupakan warisan budaya. Mereka meyebutnya sebagai Warisan Budaya Benda Cair.
Begitulah cara mereka menikmati permasalahan yang tak kunjung mampu diselesaikan pemimpin tertinggi daerah.
Tentu masih menjadi ingatan kita bersama, pasti masyarakat Tanjung Pura ingat dan tidak melupa. Dimana pada tahun 2022.
2 tahun yang lalu Kota Tanjung Pura mengalami banjir selama berbulan-bulan. Kini pun mengalami kondisi yang sama.
Lantas apa upaya pemimpin Langkat? Yang paling tampak dan terasa hanya gimick “Menelpon” saja.
Tidak Ada Upaya Perbaikan Drainase dan Pengerukan Waduk di Tanjung Pura
Sebagaimana diketahui bersama dari periode 2019 – 2024 tidak ada sedikit pun upaya penanggulangan banjir di Tanjung Pura. Baik perbaikan drainase maupun pengerukan waduk di Tanjung Pura.
Lantas saat ini kembali mengeluarkan janji. Mengapa waktu memimpin tidak ada tindakan. Tentu ini aneh bukan? Semoga masyarakat Tanjung Pura sadar akan hal ini.
Penyebab air tidak mengalir di Kota Tanjung Pura dan menyebabkan air tergenang di pemukiman penduduk dan perkantoran adalah waduk yang kian dangkal dan tidak dibenahi.
Tentu menjadi paradoks tersendiri bagi Syah Afandin Eks Plt Bupati Langkat tidak mampu menyakinkan Pemerintah Provinsi Sumatera untuk menganggarkan pengerukan waduk Tanjung Pura.
Sementara Ia mengklaim penuntasan pembangunan Titi Sei Wampu berkat lobi – lobinya. Sungguh ironis, klaim yang tidak berdasar.