Di tengah maraknya pertumbuhan industri kuliner di kota Medan. Para pelaku bisnis makanan dituntut untuk tidak hanya menyajikan makanan yang lezat. Namun lebih dari itu harus juga menghadirkan pengalaman visual yang menggoda mata.
Salah satu pendekatan inovatif yang semakin mendapat perhatian adalah food plating. Food plating merupakan seni menata makanan di atas piring agar tampil memikat dan Instagram worthy.
Food plating bukan hanya tren estetika semata. Di era digital saat ini, visual menjadi salah satu faktor utama yang menentukan keputusan konsumen dalam memilih tempat makan. Khususnya generasi milenial dan Gen Z.
Mereka tak hanya makan untuk kenyang, tetapi juga mencari pengalaman yang bisa dibagikan di media sosial. Oleh karena itu, tampilan makanan yang indah bisa menjadi strategi marketing yang efektif untuk mengembangkan bisnis kuliner.
Dalam sejarahnya food plating hadir diperkenalkan oleh Marie Antoine Careme (1783/1784–1833) adalah seorang koki yang berasal dari Prancis.
Careme memiliki peran penting dalam sistematisasi dan profesionalisasi masakan Prancis dan dunia.
Ia mengembangkan konsep grande cuisine, yang menekankan pada presentasi artistik, penggunaan bahan-bahan segar, dan teknik kuliner yang rumit.
Careme mengembangkan empat saus dasar (mother sauces) dalam masakan Prancis: Béchamel, Velouté, Espagnole, dan Allemande.
Medan, kota yang dikenal sebagai surga kuliner, inovasi ini mulai dilirik oleh restoran dan kafe modern. Misalnya, kafe-kafe tematik yang mengusung konsep fusion food kini memanfaatkan food plating untuk menonjolkan keunikan menu mereka.
Dari teknik pewarnaan alami, penataan garnish, hingga pemilihan wadah saji yang estetik. Semua menjadi bagian dari strategi untuk menarik perhatian pelanggan.
Bukan Sekadar Hiasan

Mahasiswa Program Magister Manajemen
Universitas Katolik Santo Thomas Medan Saat Memberikan Pelarian Penyajian Makanan
Lebih dari sekadar “hiasan,” food plating mengandung filosofi bahwa menikmati makanan adalah pengalaman multisensorik.
Sentuhan seni dalam penyajian dapat meningkatkan selera makan dan memperkuat identitas brand kuliner. Serta menciptakan kesan mendalam yang mendorong pelanggan untuk kembali.
Untuk pelaku usaha kuliner di Medan, food plating juga bisa menjadi bentuk diferensiasi di tengah persaingan yang ketat.
Dalam pasar yang sudah jenuh dengan ragam menu, inovasi visual dapat menjadi nilai tambah yang signifikan.
Bahkan, beberapa tempat sudah menjadikan plating sebagai “signature” mereka, yang menjadi daya tarik utama bagi pengunjung.
Melalui pelatihan plating, kolaborasi dengan food stylist, dan eksplorasi bahan lokal. Lalu disajikan secara artistik, Medan berpotensi menjadi pelopor tren kuliner visual di Sumatera.
Dengan memadukan cita rasa yang kaya dan presentasi yang memanjakan mata. Idustri kuliner Medan tidak hanya akan memikat lidah. Namun lebih dari itu akan mampu merebut hati para pencinta seni kuliner.
Chef Alexander Chrisse Ginting Munthe, jebolan, Pendidikan Tata Boga Unimed menekankan makan bukan hanya tentang mengisi perut atau kebutuhan gizi.
Lebih dari itu, menikmati makanan adalah sebuah pengalaman multisensorik. Pengalaman yang melibatkan seluruh indra manusia: penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba, dan tentu saja, pengecap.
Setiap suapan adalah perpaduan dari warna, aroma, tekstur, suara, dan rasa yang menciptakan pengalaman yang kompleks dan mendalam.
Chef Alexander menyimpulkan bahwa, menikmati makanan adalah pengalaman holistik yang melibatkan seluruh tubuh dan pikiran.
Oleh karena itu, kita bisa menghargai makanan bukan hanya karena rasanya. Tetapi juga karena tampilannya, aromanya, teksturnya, bahkan suara yang dihasilkannya.
Ketika kita sadar akan aspek-aspek multisensorik ini, kita akan lebih menghargai proses makan sebagai sebuah seni dan pengalaman yang memuaskan.