Gestur Politik dan Kotak Kosong

ilustrasi Gestur Politik dan Kotak Kosong (safawi al jawy)
Iklan Pemilu

suarain.com – Setelah borong 11 Partai dan mendaftar ke KPU, Kamis (29/8/2024) pasangan Satria ini (Syah Afandin dan Tiorita Br. Surbakti) penuh percaya diri dengan asumsi didukung oleh masayarakat Langkat untuk terpilih menjadi Bupati ke depan.

Sehari sebelumnya, Iskandar Sugito dan Adli Tama Hidayat Sembiring yang diusung oleh PPP dan PKB mendaftar ke KPU sebagai Calon Bupati Langkat, Rabu (28/8/2024).

Tentunya yang akan menjadi lawan tanding Pasangan Satria.

Wacana kotak kosong yang santer diisukan akhir-akhir ini akhirnya tertepiskan. Publik masih dihidangkan dua pilihan untuk masa depan kemajuan Kabupaten Langkat.

Tentunya pilihan itu haruslah berdasarkan pada keyakinan yang kuat menatap masa depan bangsa, khususnya Kabupaten Langkat ini.

Artinya, keyakinan yang tidak mudah tergoyang dengan faktor-faktor eksternal. Faktor itu dapat juga dalam bentuk money politik.

Rekomendasi-rekomendasi politik yang transaksional. Polarisasi birokrasi dan sederetan praktek yang biasanya menjadi racun yang menyebabkan terbunuhnya demokrasi.

Satu sisi, rakyat masih dapat bersyukur, pupusnya wacana kotak kosong mencerminkan bahwa, alam demokrasi di Kabupaten Langkat masih memiliki harapan nan elok.

Baca Juga  Adli Tama Berpotensi Besar, Benarkah Pemilih Nasdem Tak Bergeser?

Namun di lain sisi, ada hal yang ambe sorot,  menggelitik hati ambe. Perihal gestur politik, tutur petutur sebagian element masyarakat Langkat, sungguh menggelikan.

Betapa tidak, sebelum terjadi peristiwa daftar mendaftar Bakal Calon Bupati, sebahagian orang melihat salah satu oknum yang hari ini menjadi bakal Calon Bupati Langkat, dengan sebelah mata, dengan alasan yang amat menggelikan.

Salah satunya seperti tidak punya banyak uang. Tidak mau mengakomodir kepentingan-kepentingan atau pelit, kedekut, begitulah kata kasarnya.

Sebahagian orang menyepelekan, under estimate dengan menggunakan kalimat-kalimat verbal atau gestur  yang unik,  seperti dengan memonyongkan bibir, menggeleng-gelengkan kepala, tertawa sarkas dan celetuk-celetuk sinisme, yang kesemuanya itu dapat disimpulkan bahwa si kawan tidak akan naik menjadi bupati.

Balik Gagang

Namun setelah beredar kabar bahwa si kawan memborong dukungan dari parpol-Parpol besar yang masyhur di Langkat ini, gestur politik publik  berubah pelan-pelan dan malu-malu.

Segala penjuru angin merapat kepada si kawan. Dulunya yang terang-terangan menyepelekan beliau. Kini malu-malu merapat seperti kucing kurap.

Baca Juga  Prabowo Resmikan Kantor DPD Gerindra di Banten

Ada yang klaim, ada pula yang disclaimer, macamlah. Secara fenomenologis, fakta ini merupakan gambaran komunikasi politik publik yang memiliki nilai loby dan tawar yang tinggi di satu sisi.

Namun di sisi lain, gesture dan komunikasi seperti ini merupakan satu-satunya racun demokrasi yang mematikan nalar pikir kita sebagai rakyat kecil yang kerap kali ditipu, dikecewakan. Hanya karena menelan janji kampanye yang kosong.

Banyak problem di tanah bertuah ini yang belum selesai dan memilukan. Kasus P3K guru honor yang pilu, pengangguran terpelajar kian berkembang,  tingkat kriminalitas dan penggunaan narkoba terus meningkat.

Semua itu disebabkan kita tidak peduli terhadap praktek demokrasi yang sehat.

Apakah kamu tidak bosan memilih pemimpin hanya karena dibayar 50-100 ribu untuk menata masa depan kamu?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *