BERITA  

Urgensi Penerapan UU TPKS, ASB Dorong Pemkab Langkat Sesuaikan Pembentukan UPTD PPA

Diseminasi Publik Policy Brief Urgensi Penyesuaian UPTD PPA Langkat dengan UU TPKS atau Perpres No. 55 Tahun 2024 dan Layanan Inklusif, di Aula Dinas PPKB dan PPA, pada Selasa 17 Desember 2024
Iklan Pemilu

Langkat, 17 Desember 2024

Aliansi Sumut Bersatu (ASB) menggelar Diseminasi Publik Policy Brief terkait Urgensi Penyesuaian Unit Pelaksanaan Teknis Daerah Perlindungan Perempuan Anak (UPTD PPA) Langkat dengan UU TPKS atau Perpres No. 55 Tahun 2024 dan Layanan Inklusif.

Plt Kepala Dinas Kepala Dinas PPKB dan PPA membukan secara langsung Diseminasi Publik Policy Brief yang dilaksanakan di Aula Dinas PPKB dan PPA, pada Selasa 17 Desember 2024.

Direktur ASB, Ferry Wira Padang, menerangkan Diseminasi Publcy Brief guna mendorong percepatan UPTD PPA agar segera melakukan penyesuaian.

Hal itu sesuai dengan mandat kebijakan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 55 tahun 2024 terkait undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Ferry Wira Padang, Direktur Aliansi Sumut Bersatu menerangkan pada bulan September hingga Oktober lakukan penelitian. Penelitian itu terkait urgensi penyesuaian UPTD PPA Langkat pada Oktober 2023 itu dibentuk berdasarkan permen nomor 4 tahun 2018.

Penerapan UU TPKS Belum Maksimal

Direktur Aliansi Sumut Bersatu Ferry Wira Padang saat Diseminasi Publik Policy Brief Urgensi Penyesuaian UPTD PPA Langkat dengan UU TPKS atau Perpres No. 55 Tahun 2024 dan Layanan Inklusif, di Aula Dinas PPKB dan PPA, pada Selasa 17 Desember 2024

Ira sapaan akrab Ferry Wira Padang, melanjutkan, di Indonesia sudah ada UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) salah satu turunan Perpres nomor 55 terkait pembentukan UPTD PPA.

“Nah didua kebijakan ini ada perbedaan di mana Permen nomor 4 itu memberikan mandat 6 tupoksi bagi UPTD PPA. Tetapi pada Perpres nomor 55 ada 11,” ujar Wira.

Baca Juga  Nelayan di Belawan Temukan Bayi Dalam Tas Ransel

Berdasarkan pengamatan ASB, Ira menilai di Langkat sendiri masih belum semua kasus kekerasan seksual itu di menggunakan UU TPKS.

Ira mengatakan perlunya sinergisitas bagaimana memaksimalkan implementasinya.

Menurutnya masih ada PR untuk penggunaan atau implementasi UU TPKS.

Lalu Ira juga menyebutkan di Kabupaten Langkat sampai Juni, ada 49 kasus kekerasan seksual Januari – Juni 2024.

“Nah kita melihat juga ya update pemantauan di Langkat, banyak kasus kekerasan seksual yang terjadi,” tambahnya.

Ira menerangkan bahwa hal itu menunjukkan bahwa kesadaran orang semakin baik untuk menuntut haknya.

Hal itu menuntut pemerintah khususnya UPTD PPA untuk memaksimalkan layanannya.

Menurutnya jika korban tidak mendapatkan layanan yang baik dia akan menjadi korban kembali. Ketika proses penyidikan atau penyelidikan tidak mengakomodir hak-haknya korban.

“Atau juga ketika aparat penegak hukum tidak memiliki perspektif terhadap korban itu akan menciderai atau menumbuhkan luka yang baru bagi korban,” terang Ira lagi.

Ira juga menjelaskan terkait penanganan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak sejauh pengamatan ASB belum maksimal.

Baca Juga  Pidato Kenegaraan Terakhir Presiden Jokowi, Ini Isi Lengkap Pidatonya

“Kalau yang ditangani ASB mungkin karena yang kita dampingi ya? itu terproses. Walaupun memang itu tadi kita masih harus mengedukasi melakukan lebih biasalah ya ini kan sebuah sebuah proses di mana undang tpks perlu untuk diperkenalkan,”

Trobosan UU TPKS

Komnas Perempuan, Veryanto Sihotang saat menjadi pembicara pada Diseminasi Publik Policy Brief Urgensi Penyesuaian UPTD PPA Langkat dengan UU TPKS atau Perpres No. 55 Tahun 2024 dan Layanan Inklusif melalui Aplikasi Zoom, pada Selasa 17 Desember 2024

Komiak Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Veryanto Sihotang menerangkan terobosan UU TPKS dalam penyelesaian perkara tindakan kekerasan seksual.

“Aparat Penegak Hukum (APH) harus merujuk ke UU TPKS ini untuk seluruh aspek pelindungan, penanganan, pemulihan korban dan hukum acara pidananya,” jelas Veryanto Sihotang.

Kemudian tentang delik yang digunakan untuk pelecehan seksual fisik dan pelecehan seksual non-fisik merupakan delik aduan yaitu hanya bisa diproses apabila ada pengaduan atau laporan dari korban.

“Namun, bagi korban TPKS penyandang disabilitas atau anak, aturan delik aduan ini tidak berlaku. Artinya, perkara dapat diproses lebih lanjut oleh pihak berwenang tanpa perlu adanya persetujuan dari korban atau pihak yang dirugikan,” jelas Very lagi.

Fatkhurozi Penulis Policy Brief

Fatkhurozi Penulis Policy Brief saat menjadi pembicara pada Diseminasi Publik Policy Brief Urgensi Penyesuaian UPTD PPA Langkat dengan UU TPKS atau Perpres No. 55 Tahun 2024 dan Layanan Inklusif melalui Aplikasi Zoom, pada Selasa 17 Desember 2024

Dalam penyampaiannya Fathurozi mendorong amandemen Perbup Langkat 8/2023. Atau membuat Peraturan Bupati baru untuk disesuaikan dengan UU TPKS dan Perpres No.55 Tahun 2024.

Baca Juga  Ratusan Guru Langkat Gelar Demo, Bawa Poster Unik Nomor 9 Buat Sedih

Rozi juga mendorong agar dilakukan penambahan jenis layanan sesuai UU TPKS/Perpres No.55 Tahun 2024.

Kemudian melaksanakan sistem pelayanan terpadu bagi korban, seperti menyediakan rumah penampungan sementara.

Penulis Policy Brief juga mengatakan pentingnya untuk memperjelas atau memperinci mekanisme pelaksanaan mediasi kasus oleh UPTD PPA.

Mekenismen yang dimaksud yakni mencakup syarat mediasi, prinsip-prinsip, metode, prosedur, hak-hak korban, kewajiban para pihak.

Selain itu juga standar perilaku petugas/larangan bagi petugas, kompetensi petugas, serta jenis-jenis kasus yang dapat dilakukan mediasi oleh UPTD PPA.

Hal itu bertujuan layanan mediasi tidak memperkuat impunitas (kekebalan hukum) bagi pelaku kekerasan.

Selain itu Rozi juga menekankan pentingnya membentuk Perda Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan Korban Kekerasan, TPPO, dan Diskriminasi di Langkat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *