Kau bilang, “kita hanya perlu waktu untuk merelakan masa lalu agar bisa kembali seperti sediakala”.
Namun, bukankah waktu tak pernah berhenti memberi penghakiman kepada setiap makhluk yang bernyawa! Waktu adalah peredaran yang tak pernah berhenti menciptakan hal apa pun yang kita lewati hari ini. Dan, kemarin merupakan masa yang telah kita lewati sekalipun tidak pernah kita ingini.
Waktu bisa menjelma apa saja dikepalamu; ia bisa merupa tawa, pelukan, obrolan antara sepasang luka, atau apapun; bahkan waktu bisa merobek mimpi-mimpi di kemudian hari lewat kenyataan yang ia buat hari ini.
Waktu adalah kerumitan paling nyata, bahkan kita tidak bisa menebak-nebak bahwa ia akan menjelma apa nanti. Semisal, kita pernah melukis mimpi yang sama kemarin, nyatanya hari ini mimpi itu kau lalui dengan orang lain.
Waktu adalah jalan hidup yang pernah kita tempuh, dan esok masih menjadi rahasia antara waktu dan semesta. Kita hanya di beri ruang setapak untuk berjalan melewati garisnya.
Itu katamu;
Lalu, masihkah kau menyuruhku menyerahkan segalanya pada waktu? Sedangkan aku adalah tumbal atas pengabdianmu yang menginginkan kebahagiaan yang kamu lalui hari ini. Lewat darah segar dari inti jantung yang kau robek inilah, waktu mengaliri kebahagiaan yang kau harap.
Dan, kau masih inginkan aku menyerahkan diri terhadap waktu? Tidak! Memang waktu tak pernah berhenti apalagi mati; namun, setelah kita menjadi dua jasad yang di pisah waktu. Aku tak ingin menyerahkan diri begitu saja. Sebab, waktu adalah bentuk abstrak dari cara kita melewati hari-hari.
Waktu bisa menjelma apapun; dan melukaiku adalah bentuk waktu yang kau ciptakan. Waktu tetaplah waktu, kau lah yang merusak peredarannya.
Sebab, waktu adalah apa yang kita ingini; takdir adalah bentuk persetujuan semesta yang harus kita yakini.
Melukaiku bukan bagian dari takdir, sebab, harusnya kau masih bisa mengubah mimpi-mimpi kita agar nyata adanya.