~sepasang luka
Apa kabar? Teruntuk kamu yang pernah singgah. Sudah bahagiakah? Atau seperti aku, meratapi sakitnya hati yg patah. Atau… ntahlah, lama tak mendengarkan segala tentang kamu.
Mengingatmu bukan berarti aku menginginkan kamu kembali. Namun, bukankah kita pernah begitu dekat? Tolong, jadilah pemain cinta baik.
Biarkan yang terbunuh hanya perasaan kita saja, bukan perkenalan. Kenapa harus saling membenci, setelah kita sempat saling memuji.
Bukankah kita sepasang luka yang sama? Kita, pernah begitu lebam dipukul kehilangan masing-masing. Kita pernah begitu jatuh dan rapuh. Kita pernah saling butuh, sebelum kita saling tikam dan membunuh.
Apa kabar masa lalu? Ingatkah kau pada hujan sebelum petang kala itu?
Ahh… andai kau ingatpun lupakan saja! Sebab, itu terlalu manis untuk kenyataan kita yang begitu pahit.
Boleh ku bilang rindu? Atau, anggap saja coretan ini luapan kerinduan. Karna saat aku menuliskan ini, kepala dan dadaku disesaki molekul rindu akan hadirmu.
Adakah dikepalamu terbesit keinginan untuk menemuiku (lagi)? Berdebat konyol tentang definisi rasa kopi dan luka, sebelum pesananmu datang dan kopiku kalah pahit ketimbang perasaanku. Dan tawamu begitu manis menertawakan keadaan kita yang sama pahitnya.
Mari kita rayakan (lagi) kebahagiaan setelah kita saling mematahkan. Datang saja dengan kekasihmu. Aku tak akan cemburu ataupun marah.
Biar nanti ku jelaskan pada dia. Bahwa kita adalah sepasang luka yg sama. Bedanya kau lebih cepat sembuh sedangkan lukaku selalu kambuh.
Atau… mari kembali berbalas pesan. Meski tidak dengan perasaan. Setidaknya jangan saling menghakimi, bahwa kita saling menaruh benci.