BERITA  

Bawaslu Temukan Ratusan Pelanggaran PDIP Langkat Tekankan Pertajam Pengawasan

Kerawanan pelanggaran pada Pilkada akan meningkat menjelang pelaksanaan pemungutan suara setiap Pejabat Negara dan Daerah, ASN, anggota TNI/ Polri harus netral dalam Pilkada 2024. Begitu juga dengan kepala Desa/Lurah, ketidak netralan dapat dipidana Penjara

Ahmad Muhajir Sekretaris DPC PDI Perjuangan Langkat
Iklan Pemilu

Kamis. 21 November 2024

Pengurus DPC Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan Langkat meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pertajam pengawasan  Pilkada 2024. Disebabkan kerawanan pelanggaran pada Pilkada akan meningkat menjelang pelaksanaan pemungutan suara. Pengurus DPC PDI Perjuanagn Langkat menyampaikanya usai mendatangai Kantor Bawaslu Langkat di Stabat, Langkat, Selasa,19 November 2024.

DPC PDIP Langkat meminta Bawaslu Langkat agar menindaklanjuti Putusan Mahkamah (MK) Nomor 136/PUU-XXII/2024.  Serta tekankan Bawaslu untuk mempertajam pengawasan Pemilihan 2024 dan menindak siapapun yang tidak netral.

“Kita mendukung dan mengingatkan agar Bawaslu menindaklanjuti sesuai putusan baru MK itu,” sebut T Muzakkar, SH, MKn. Ketua Badan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat (BBHAR) DPC PDIP Langkat.

Putusan MK menyebutkan bahwa setiap Pejabat Negara dan Daerah, ASN, anggota TNI/ Polri harus netral dalam Pilkada 2024. Begitu juga dengan kepala Desa/Lurah, ketidak netralan dapat dipidana Penjara.

Oleh sebab itu DPC PDI Perjuangan meminta kepada Bawaslu Langkat maupun KPU sebagai Penyelenggara Pemilukada harus menjalankan putusan MK sebenar-benarnya.

“Pejabat daerah, anggota TNI Polri, sebagai pihak yang harus netral. Mari kita serahkan kepada rakyat dan mereka sendiri yang akan memilih. Karena ini pesta rakyat, siapapun yang menang harus memang kemenangan rakyat, bukan pejabat,” tegas T. Muzakkar lagi.

Baca Juga  Santri Bakar Seorang Pengajar Pondok Pesantren Di Langkat

Sementara itu secara terpisah, Sekretaris DPC PDI Perjuangan Langkat, Ahmad Muhajir, M. Sos, mengiangkat Bawaslu Langkat untuk dapat menjalankan fungsi dan kewenangan dengan serius.

“Kami tekankan agar Bawaslu dalam menjalankan fungsinya untuk tidak ragu-ragu. Bila ada ASN dan lainnya yang terindikasi melakukan pelanggaran harus ditindak” tegas Muhajir.

Muhajir mengatakan Bawaslu harus mampu mengawal Pilkada 2024 dengan maksimal guna mewujudkan Pilkada yang berintegritas.

“Pilkada ini harus berjalan sesuai dengan tujuan luhurnya, menjadi bagi rakyat untuk memilih pemimpinnya. Maka Pilkada harus berintegritas guna menghasilkan Kepala Daerah yang berintegritas pula,” lanjut Muhajir.

 

Temuan Pelanggaran Pilkada di Sumut

Komisioner Bawaslu Sumut Divisi Humas, data dan informasi, Saut Boangmanalu

Bawaslu Sumatera Utara, telah menerima sebanyak 266 laporan dan temuan sepanjang pelaksanaan Pilkada 2024.

Hal itu dikatakan oleh Kordinator Divisi Humas Bawaslu Sumut, Saut Boang Manalu, Rabu (20/11/2024).

Saut merincikan laporan yang diterimanya sampai tanggal 19 November 2024. Dari 266 laporan dan temuan tersebut, yakni sebanyak 245 laporan dan sebanyak 21 temuan yang didapatkan oleh Bawaslu Sumut.

“Ada sebanyak 104 laporan diregistrasi, 134 laporan tidak diregistrasi, dan 7 laporan belum diregistrasi. Kemudian untuk temuan diregistrasikan ada jenis 40 jenis masuk kategori pelanggaran. Lalu 67 bukan pelanggaran dan sebanyak 18 masih diproses atau ditangani,” ucap Saut.

Baca Juga  Harus Tahu, Ini Beda Kampaye Negatif dan Kampaye Hitam

Kemudian untuk klasifikasi pelanggaran ada 8 jenis pelanggaran administratif, 19 pelanggaran kode etik, 2 pelanggaran, dan 11 pelanggaran hukum lainnya. Dan untuk pelanggaran administratif yakni adanya mutasi jabatan 6 bulan sebelum dan sesudah penetapan calon. Lalu adanya desain dan lokasi pemasangan Alat Peraga Kampanye (APK) tidak sesuai ketentuan, dan penetapan pencalonan tidak sesuai ketentuan.

“Ada 6 Kabupaten yang banyak melakukan pelanggaran administratif seperti Nias Utara, Simalungun, Tapteng, Tapsel, Padang Lawas, Mandailing Natal, dan Nias Barat,” ucap Saut.

Pelanggaran Kode Etik

Pelanggaran kode etik yang terjadi sepanjang tahapan Pilkada yakni adanya penyelenggara Adhock yang tidak profesional.

Penyelenggara pemilu tidak profesional dalam melakukan seleksi penyelenggara tingkat Adhock.  Penyelenggara tingkat Adhock terindikasi tidak netral serta berpihak pada salah satu peserta. Kemudian penyelenggara tingkat Adhock tidak profesional dalam pemuktahiran data pemilih.

“Ada lima Kabupaten/Kota yang banyak melakukan pelanggaran kode etik. Kelimanya yakni  Simalungun, Pematang Siantar, Asahan, Gunung Sitoli, Padanglawas, dan Nias Selatan,” ucapnya.

Untuk Pelanggaran hukum lainnya. Saut menjelaskan ada 4 pelanggaran yang terjadi seperti Kepala Desa/lurah tidak netral, dan berpihak kepada salah satu peserta pilkada.

Baca Juga  Mana Kesatria Mana Pencuri Kuda, Siapa Yang Merasa?

ASN memberikan dukungan di media sosial kepada peserta pemilu, ASN melakukan tindakan yang mengarah kepada salah satu pasangan calon gubernur, bupati atau walikota.

Ada perangkat desa yang mendukung salah satu peserta dan melanggar pasal 51 huruf B dan J UU nomor 6 tahun 2014 tentang Desa.

“Ada 7 Kabupaten yang banyak melakukan pelanggaran hukum lainnya seperti Deli Serdang, Simalungun, Toba, Labuhanbatu Selatan, Gunung Sitoli, Padanglawas, dan Nias Barat,” ucapnya.

Terkait dengan adanya pelanggaran pilkada adanya bagi-bagi beras di Kabupaten Deli Serdang, Saut Masih menunggu laporan dari Bawaslu Kabupeten Deli Serdang, karena hingga saat ini belum ada laporan yang diterimanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *