BERITA  

Penerapan Sistem KRIS, Iuran BPJS Berpotensi Alami Kenaikan di Tahun 2025

Ilustrasi Penerapan KRIS Iuran BPJS Berpotensi Alami Kenaikan di Tahun 2025
Iklan Pemilu

Siap-siap. Warga negara Indonesia akan dihadapkan pada persoalan ekonomi yang berpotensi semakin berat. Kenaikan PPN 12% yang akan diberlakukan pada awal tahun 2025, beban itu pun dinilai akan semakin berat. Pasalnya iuran BPJS kesehatan berpotensi akan alami kenaikan pada 2025.

Hal itu berdasarkan dengan akan diterapkannya sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Sistem ini dirancang guna menggantikan sistem kelas 1, 2, dan 3.

Penerapan kenaikan tarif baru jaminan kesehatan itu berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Saat in pemerintah memang belum menetapkan besaran iuran jaminan kesehatan tersebut.

Perpres Perpres 59/2024 hanya menyebutkan penetapan iuran, manfaat, dan tarif pelayanan diberikan tenggat waktu hingga 1 Juli 2025.

Sebagaimana yang disebutkan pada Perpers 59/2024, Pasal 103b ayat 1, “Penerapan fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat inap berdasarkan Kelas Rawat Inap Standar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46A dilaksanakan secara menyeluruh untuk rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan paling lambat tanggal 30 Juni 2025.”

Saat ini, dimasa transisi peraturan terkait iuran yang berlaku yakni Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2022.

Baca Juga  Di Langkat Wapres Gibran Serahkan Alsintan dan Dengarkan Keluhan Petani

Skema Perhitungan Berdasarkan Perpres 63/2022

Pada Perpres 63/2022, skema perhitungan iuran peserta terbagi ke dalam beberapa aspek.

Pertama ialah bagi peserta Penerima Bantun Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan yang iurannya dibayarkan langsung oleh Pemerintah.

Kedua, iuran bagi peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) yang bekerja pada Lembaga Pemerintahan.

Penerima Upah pekerja Lembaga Pemerintahan yakni Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara.

Serta pegawai pemerintah non pegawai negeri sebesar 5% dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan : 4% dibayar oleh pemberi kerja dan 1% dibayar oleh peserta.

Kemudian ketiga, yakni iuran kesehatan bagi peserta PPU di BUMN, BUMD dan Swasta sebesar 5% dari Upah per bulan. Dengan skema : 4% dibayar oleh Pemberi Kerja dan 1% dibayar oleh Peserta.

Keempat, iuran untuk keluarga tambahan PPU yang terdiri dari anak keempat dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua.

Besaran iuran bagi kelompok ini sebesar 1% dari dari upah per orang per bulan. Dibayar oleh pekerja penerima upah.

Baca Juga  Katanya Akan Diperbaiki, Inilah Kondisi Terkini Jalan Lintas Secanggang

Selanjutnya kelompok kelima, iuran bagi kerabat lain dari PPU yaitu saudara kandung/ipar, asisten rumah tangga, dan lainnya.

Skema Pekerja Bukan Penerima Upah

Kemudian peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU) serta iuran peserta bukan pekerja ada perhitungannya sendiri, berikut rinciannya:

  1. Sebesar Rp 42.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III.

– Khusus untuk kelas III, bulan Juli – Desember 2020, peserta membayar iuran sebesar Rp 25.500.

Sisanya sebesar Rp 16.500 akan dibayar oleh pemerintah sebagai bantuan iuran.

– Per 1 Januari 2021, iuran peserta kelas III yaitu sebesar Rp 35.000, sementara pemerintah tetap memberikan bantuan iuran sebesar Rp 7.000.

2. Sebesar Rp 100.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II.

Sebesar Rp 150.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.

Keenam, iuran Jaminan Kesehatan untuk Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan janda, duda, serta anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan. Iuran kesehatan ditetapkan sebesar 5% dari 45% gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III/a dengan masa kerja 14 tahun per bulan, dibayar oleh Pemerintah.

Baca Juga  Diduga Lakukan Kekerasan ke Warga, LBH Medan Desak Polrestabes Medan Adili dan Pecat Anggota Yang Terlibat

Denda Keterlambatan

Dalam skema iuran terakhir yang termuat dalam Perpres 63/2022 pembayaran iuran paling lambat tanggal 10 setiap bulan.

Tidak ada denda keterlambatan pembayaran iuran terhitung mulai tanggal 1 Juli 2016.

Denda dikenakan apabila dalam waktu 45 hari sejak status kepesertaan diaktifkan kembali, peserta yang bersangkutan memperoleh pelayanan kesehatan rawat inap.

Berdasarkan Perpres 64/2020, besaran denda pelayanan sebesar 5% dari biaya diagnosa awal pelayanan kesehatan rawat inap dikalikan dengan jumlah bulan tertunggak dengan ketentuan:

  1. Jumlah bulan tertunggak paling banyak 12 bulan.
  2. Besaran denda paling tinggi Rp 30.000.000.
  3. Bagi Peserta PPU pembayaran denda pelayanan ditanggung oleh pemberi kerja.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *