Suarain.com – Guru honorer Kabupaten Langkat kembali mendatangi Polda Sumatera Utara. Kedatangan mereka sebagai bentuk upaya menuntut keadilan, terkait dugaan suap dan kecurangan rekrutmen pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) Langkat, Rabu (5/6/24).
Di aksi ketiga di Polda Sumatera Utara guru honorer Langkat bawa keranda mayat dari bambu dibungkus bahan bekas spanduk bertuliskan “RIP POLDA”, “ RIP KEADILAN” mereka letak di depan pintu masuk Polda.
Tidak hanya itu, mereka pun menaburi aneka ragam bunga di sekitar keranda, layaknya menaburkan bunga kepada mayat.
Sambil membentang spanduk yang salah satunya memuat “POLDA PELINDUNG PEJABAT LANGKAT” dan “GURU HONORER MENCARI KEADILAN.
Para guru honorer yang hadir pada demo itu orasi bergantian
“Keadilan telah mati, keadilan telah mati di Polda Sumatera Utara, karena tidak mampu mengusut kasus dugaan suap dan kecurangan rekrutmen PPPK Langkat” pekik Dian, salah satu massa aksi yang juga guru honorer di Langkat.
Para Guru honorer Langkat akui bingung harus mengadu ke mana terkait ketidak adilan yang menimpa mereka.
“Kami tidak bisa membalas, tapi percayalah Tuhan yang akan membalas kepada kalian,” pekik Dian.
“Berilah azab pada mereka, mereka telah menodai kami maka azab mereka dengan pedih ya Allah! Kami di sini manusia tak berdaya kabulkan lah doa kami ya Allah,” umpat Dian lagi.
Begitupun dengan Yuli Jelita salah satu guru honorer yang ikut aksi saat orasi.
“Yang ditetapkan tersangka kepala sekolah, ngak masuk di logika kami. Kenapa bias kepala sekolah yang menjadi tersangka, apa hanya sekedar kuitansi?” cecar Yuli Jelita.
Ia pun terus mempertanyakan ke pihak kepolisian, siapa penerima kuitansi dan uang tersebut.
Lanjut ia menerangkan bahwa menentukan kelulusan PPPK adalah Panselda tidak ada keterlibatan kepala sekolah.
Kembali dijelaskannya bahwa Panselda itu adalah dinas terkait (Dinas Pendidikan dan Badan Kepegawaian Daerah Kab. Langkat.
“Berarti kepala sekolah yang menjadi tersangka hanya menjadi kambing hitam (tumbal) menurut kami”
Disampaikannya juga bahwa ada sekitar 200 orang guru honorer Langkat yang menjadi korban ketidak adilan seleksi PPPK di Langkat.
Selanjutnya Yuli menyampai untuk tidak menertawakan jumlah guru yang hadir, Ia mengatakan bahwa sakit telah menunggu ketidak adilan ini dari Desember hingga Juni, terhitung 6 bulan tidak mendapatkan keadilan.
Menurut Yuli lagi, ia dan kawan-kawannya sangat berharap kepada Kapolda Sumut Irjen Pol Agung Setya Imam Efendi.
“Cuma Kapolda yang kami harapkan, dapat membongkar kebusukan dan kecurangan yang ada di Kabupaten Langkat itu” tegas Yuli.
Yuli menegaskan, ia dan teman-teman guru honorer yang unjuk rasa bukan dari keluarga orang berada.
Ia pun mempertanyakan, sudah 3 kali datang Ke Polda, tidak pernah sekali pun, Kapolda Sumut menemui mereka.
“Sudah sekian kali kami kemari, tak sekali pun Bapak Kapolda menemui kami. Kenapa bapak tidak mau menemui kami, apa sehina ini kah kami,” sambung Yuli.
Usai orasi bergantian kurang lebih setengah jam, mereka melaksanakan salat Zuhur berjamaah di depan pintu masuk gedung Polda Sumut.
Para guru menggunakan air minum dalam kemasan untuk wudhu.
Setelah salat berjamaah, mereka juga berdoa bersama supaya perjuangan mereka meminta Polisi mengusut dugaan suap dan kecurangan rekrutmen pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) tak sia-sia.
Massa mendesak agar polisi menahan dua orang yang menjadi tersangka dan mengungkap aktor intelektual terkait kasus kecurangan seleksi PPPK di Langkat.