LBH Medan meminta pihak berwenang untuk memberhentikan kelima terdakwa kasus tindak pidana korupsi Seleksi PPPPK Langkat 2023 sebagai ASN.
Irvan Saputra, Direktur LBH Medan menyampaikannya melalui siaran pers bmelalui aplikasi whatsapp, Jumat, 7 Maret 2025 siang.
“Tidak cukup hanya dipidana melainkan juga harus dipecat atau diberhentikan sebagai ASN sebagaimana amanat UU ASN,” desak Irvan.
Irvan menilai bahwa perbuatan terdakwa merupakan tindakan yang terencana, terstruktur, sitemastis dan masif.
“Selain itu, tindakan para terdakwa telah membuat ratusan guru honorer Langkat menjadi korban, merugikan negara serta mencoreng dunia pendidikan. Serta dengan kewenangannya melakukan tindakan yang menguntungkan diri sendiri atau kelompok. Bahkan tidak tanggung-tanggung hingga dugaanya puluhan miliar rupiah,” tambah Irvan.
Sepatunya tindak pidana korupsi merupakan extra ordinarycrime, terdakwa jatuhi hukuman berat dan membuat kelimannya tidak lagi menjadi ASN.
“Dugaan tindak pidana korupsi PPPK Langkat telah melanggar Pasal 28 UUD 1945, UU HAM, DUHAM, ICCPR dan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik,” jelasI Irvan
Lebih dari itu dengan jelas melanggar UU Tipikor, tambah Irvan.
Sidang Perdana

Diberitakan sebelumnya, 5 tersangka tindak pidana korupsi seleksi PPPK Kabupaten Langkat menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu, 5 Maret 2025.
Kelimanya yakni Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Langkat Saiful Abdi, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Langkat Eka Syaputra Depari, dan Kepala Seksi Kesiswaan Bidang SD Dinas Pendidikan Langkat Alek Sander.
Selanjutnya Kepala SDN 055975 Pancur Ido Awaluddin dan Kepala SD 056017 Tebing Tanjung Selamat, Rahayu Ningsih.
Di ruang Sidang Cakra I, Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan surat dakwaan terhadap kelima tersangka.
Setelah JPU membacakan surat dakwaan, Ketua Majelis Hakim, Ahmad Ukayat bertanya kepada lima terdakwa satu per satu apakah mengajukan keberatan.
Terdakwa Ajukan Keberatan
Mendapati pertanyaan Hakim, Alex tampak terdiam sejenak, “Tidak yang mulia,” sambil menggeleng kepala.
Selanjutnya pertanyaan yang sama ditujukan kepada Rahayu dan dan Awaludin. Mereka berdua tidak keberatan atas dakwaan yang didakwakan kepadanya.
Berbeda dengan dua tersangka lainnya, yakni Saiful Abdi dan Eka Syahputra. Mereka meminta waktu untuk konsultasi dengan pengacara keduanya.
“Kami akan konsultasi dengan pengacara dulu ya mulia,” jawab Eka.
Namun Hakim menegaskan bahwa nota keberatan atau eksepsi harus disampaikan dalam persidangan.
“Tidak bisa, harus disampaikan sekarang,” kata hakim.
Kemudian, Eka mengatakan bahwa dirinya dan Saiful Abdi memberikan kuasa kepada pengacara yang sama.
Hakim memberikan waktu kepada keduanya untuk berdiskusi sejenak.
Lalu Majelis Hakim menanyakan kembali kepada keduanya. Dengan terlihat bimbang keduanya mengatakan akan mengajukan eksepsi.
“Kami akan mengajukan eksepsi yang mulia,” jawab keduanya.
Mendengar jawaban keduanya, Majelis hakim memutuskan untuk menggelar sidang eksepsi pada 12 Maret 2025 pekan depan.
“Kalau begitu nanti sidang eksepsi tanggal 12 Maret dan pembacaan putusan sela 20 Maret” kata hakim.
Peran Para Tersangka
Berdasarkan surat dakwaan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ahmad Hayyul Wali. Menerangkan bahwa kelima tersangka menjalankan perannya masing-masing.
Perkara bermula ketika akan dibukanya lowongan PPPK di Lingkungan Pemkab Langkat untuk tahun 2023.
Waktu itu, Kadisdik Langkat Saiful Abdi bertemu dengan tersangka Alexander, Kepala Bidang di Dinas Pendidikan Langkat.
Pada pertemuan itu, keduanya membicarakan perekrutan PPPK dan siapa yang ingin membayar untuk lolos ujian.
“Ada pertemuan Saipul Abdi dengan Alexander membicarakan soal perekrutan PPPK. Dan siapa yang ingin membayar untuk lolos ujian. Berupa biaya sebesar Rp 40 juta,” kata Jaksa membacakan surat dakwaan.
Setelah pertemuan itu, Alexander melakukan pencarian terhadap peserta yang ingin mengikuti seleksi PPPK di Langkat.
Lalu, Alex bertemu dengan Awaludin dan Rahayu Ningsih yang keduanha merupakan kepala sekolah SD di Langkat.
Setelah pertemuan itu, Kemudian Awaludin memberikan sejumlah nama perseta PPPK yang mau membayar senilai Rp 45 juta sampai Rp 50 juta per orang.
Selanjutnya, Saiful Abdi selaku Kadisdik Langkat, menyusun nama-nama yang telah membayar uang untuk ikut seleksi PPPK agar dapat dibantu lewat Seleksi Kompetensi Teknis Tambahan (SKTT).
Saiful, kemudian menyerahkan nama-nama tersebut kepada Eka Syaputra Depari selaku Kepala BKD Langkat untuk diberikan nilai tinggi saat mengikuti ujian.
“Penilaian diberi nilai tinggi berdasarkan nama-nama yang sudah diserahkan Saiful kepada Kepala BKD Eka Syahputra agar peserta yang membayar diberikan nilai tinggi. Dan Eka memberikan nilai tertinggi yakni 90 kepada nama-nama tersebut,” lanjut JPU.
Salaku Kadisdik Langkat, Saiful Abdi kemudian menerima ratusan juta dari hasil seleksi PPPK.
Namun, saat pengumuman kelulusan, ada peserta yang telah membayar, tetapi tidak lolos seleksi PPPK karena nilai CAT yang rendah. Meski Eka Syahputra selaku kepala BKD telah membantu memberi nilai tertinggi dalam ujian SKTT.
Para korban yang telah membayar kemudian melakukan protes sehingga terbongkarlah kasus tersebut.