suarain.com – Petemuan antara lima orang Nadliyin dengan Presiden Israel Isaac Herzog di Israel menuai berbagai respon negatif, baik dari masryakat maupun internal PBNU.
Pertemuan kader nadliyin itu ternyata tidak mendapat izin atau tidak terkonfirmasi dengan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Ketua PBNU Savic Ali menyesalkan akan adanya pertemuan lima orang Nahdliyin dengan Presiden Israel tersebut.
Savic mengatakan kujungan kelimanya bukan atas nama NU melainkan kepentingan pribadi kelimananya.
“Kemungkinan kunjungan mereka atas nama pribadi. Kita tidak tahu tujuannya apa dan siapa yang mensponsorinya. Ini tindakan yang disesalkan,” kata Savic, seperti dikutip situs resmi NU, Senin (15/7/2024).
PBNU Panggil Kelima Warga NU
Merespon pertemuan lima orang Nahdliyin yang bertemu dengan Presiden Israel Isaac Herzog.
Sekretaris PBNU Saifullah Yusuf mengatakan pihaknya akan memanggil lima orang warga lima orang Nhdliyin tersebut.
PBNU akan mengklarifikasi latar belakang pemberangkatan 5 tokoh muda itu.
“Yang bersangkutan akan dipanggil untuk dimintai keterangan dan penjelasan lebih dalam tentang maksud tujuannya, latar belakang, dan siapa yang memberangkatkan, serta hal-hal prinsip lainnya,” kata Gus Ipul, dilansir Antara, Senin (15/7/2024).
Selain memangggil kelimanya, PBNU juga akan segera memanggil pimpinan badan otonom (banom) serta lembaga tempat kelimanya mengabdi.
Gus Iful menjelaskan jika nantinya ditemukan unsur pelanggaran organisasi, maka bukan tidak mungkin orang itu akan diberhentikan dari statusnya sebagai pengurus Lembaga atau banom.
PBNU Minta Maaf
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf menyampaikan permintaan maaf terkait 5 Nahdliyin bertemu Presiden Israel Isaac Herzog dan menyebarluaskannya di media sosial.
Mereka atas inisiatif pribadi berkunjung ke Israel. Lima orang tersebut menuai banyak kecaman.
“Ala kulli hal, apa pun yang terjadi, sebagai ketua umum PBNU, saya mohon maaf atas kesalahan yang diperbuat oleh teman-teman NU ini dan ya saya juga memohon maaf untuk mereka kepada masyarakat luas.”
“Mudah-mudahan bersedia memaafkan dan mudah-mudahan tidak berulang kembali,” ujar Gus Yahya— KH Yahya Cholil Staquf saat konferensi pers di Gedung PBNU, Jakarta, Selasa (16/7/2024), seperti dilansir NU Online.
Sanksi PBNU Untuk Kelimanya
Terkait sanksi yang akan diberikan kepada kelimanya, Ketua Umum PBNU, KH. Yahya Cholil Staquf, mengatakan, menyerahkan kepada tiap-tiap ketua yang menaungi kelima kader tersebut.
“Nanti kita akan serahkan, misalnya ini jelas dari PWNU (Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama, Red) Jakarta akan melakukan proses, termasuk dalam keterlibatan LBM NU (Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama, Red) Jakarta mengenai kesalahan dan sanksi ini,” jelas Gus Yahya.
Gus Yahya juga mengatakan bahwa mereka sudah melanggar.
Jelas Gus Yahya semua engagement internasional harus melalui PBNU.
Ini akan dilakukan proses, termasuk UNUSIA yang akan melakukan sidang etik untuk itu. Begitu juga Pagar Nusa dan Fatayat NU.
Pertemuan Dengan Presiden Israel Tidak Disengaja
Gus Yahya menjelaskan, pertemuan kelima orang tersebut dengan presiden Israel adalah sebuah kejadian yang tidak disengaja.
Dijelaskannya bahwa sebelumnya mereka melakukan dialog dengan berbagai pihak yang ada di Israel.
“Pertemuan dengan presiden Israel adalah sebuah kejadian yang tidak disengaja,” terang Gus Yahya setelah meminta keterangan dari mereka.
“Memang mereka di sana melakukan (semacam) interfaith dialogue dengan berbagai pihak. Katanya tanpa agenda pertemuan dengan presiden Israel sebelumnya, dan itu mendadak diadakan di sana,” terang Gus Yahya.
Tidak Paham Situasi Politik Internasional
Gus Yahya juga menyampaikan, kunjungan lima orang tersebut adalah buah dari ketidak pahaman situasi politik di Israel-Palestina.
Lima orang itu dinilai ‘belum cukup umur’ sehingga keberangkatan mereka ke sana tidak menghasilkan apa-apa.
“Akibat tidak sensitifnya pihak-pihak yang mencoba melakukan pendekatan, dan ini akan banyak sekali berupaya untuk menyeret NU ke berbagai agenda politik internasional. Dan ini sudah kita pertimbangkan sejak awal. Kita menyusun satu set aturan untuk mencegah hal ini,” jelasnya.
Kiai asal Rembang, Jawa Tengah, itu juga meminta agar setiap kader dapat mewaspadai kejadian serupa. “Kepada semua kader dan warga, juga minta untuk berhati-hati dalam hal ini. Saya kira itu ya,” imbuhnya.
Gus Nadir Mengkritik Keras
Cendekiawan Nahdlatul Ulama (NU), Prof. Dr. Nadirsyah Hosen, atau akrab disapa Gus Nadir mengeluarkan pernyataan terbuka mengenai kunjungan lima aktivis NU ke Israel untuk menemui Presiden Israel Isaac Herzog.
Gus Nadir mengkritik keras langkah tersebut dan menyoroti berbagai aspek yang menurutnya bertentangan dengan prinsip NU.
Gus Nadir mengenal beberapa nama yang berangkat ke Israel.
Kelima tokoh itu adalah Gus Syukron Makmun, Dr. Zainul Maarif, Munawar Aziz, Nurul Bahrul Ulum, dan Izza Annafisah Dania.
Menurutnya, salah satu dari mereka mengaku undangan diatur melalui jaringan alumni Harvard dan berkaitan dengan akademik serta start up.
Meskipun diklaim sebagai kunjungan pribadi, Gus Nadir menilai mereka diundang karena afiliasi mereka dengan NU.
“Jadi enggak bisa ngeles dengan mengatakan ini atas nama pribadi. Mohon maaf atas keterusterangan saya ini: tanpa NU mereka bukan siapa-siapa dan enggak bakal masuk radar Israel,” kata Nadirsyah dalam akun Instagram pribadinya @nadirsyahhosen_official.
Perbedaan Kunjungan Gus Yahya, Gus Dur dan Lima Warga Nahdliyin
Kunjungan Gus Yahya
Gus Yahya juga menjelaskan perbedaan antara kunjungan dirinya ke Israel dengan kunjungan yang dilakukan oleh kelima orang tersebut.
Dia juga membandingkannya dengan kunjungan yang pernah dilakukan oleh Ketua Umum PBNU 1984-1999 KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Dari segi status, kunjungan Gus Dur dan Gus Yahya ke Israel memiliki kemiripan.
Namun, Gus Yahya menegaskan bahwa kunjungan dirinya itu bersifat pribadi dan dia pertanggungjawabkan sendiri secara langsung ke publik.
“Saya ke Israel atas nama pribadi dan saya mempertanggungjawabkan secara pribadi. Saya waktu ke sana tidak pernah menyebut NU, kecuali Gus Dur yang saya katakan sebagai guru saya dan inspirator saya. Segala sesuatunya saya tanggung jawabkan secara pribadi,” ujar Gus Yahya.
Kunjungan Gus Dur
Namun, Gus Yahya menyebut terdapat perbedaan signifikan dalam pendekatan strategis yang dilakukan oleh Gus Dur sebelum dan sesudah kunjungannya. Dia menyebut bahwa Gus Dur melakukan konsolidasi dengan para kiai sebelum berkunjung ke Israel.
“Gus Dur sebelum melakukan engagement ke Israel, melakukan konsolidasi dulu. Datang ke kiai-kiai untuk berbicara mengenai masalah ini, upaya, peluang, dan hal yang bisa dilakukan sehingga kiai-kiai itu merestui keberangkatan beliau,” jelas Gus Yahya.
Setelah kembali dari Israel, Gus Dur juga selalu berbicara kembali kepada para kiai untuk melaporkan hasil kunjungannya. Gus Yahya juga melakukan hal yang sama, sebelum dan setelah kunjungannya ke Israel.
“Sebelum berangkat, saya sudah sowan ke sana ke mari, bahkan saya memberi syarat kepada yang mengundang bahwa saya ingin bertemu dengan kiai saya. Saya juga mengajak seorang tokoh Yahudi untuk bertemu KH Maimoen Zubair dan berdialog lama sekali sampai 4 jam bersama KH Mustofa Bisri,” jelasnya.
Selain itu, Gus Yahya menemui beberapa tokoh penting seperti KH Ma’ruf Amin sebagai rais ’aam PBNU kala itu dan KH Said Aqil Siroj sebagai ketua umum PBNU saat itu, serta memastikan bahwa kunjungannya dilakukan atas nama pribadi.
“Saat pulang, saya juga lapor ke publik dan saya pertanggungjawabkan secara pribadi,” tambahnya.
Perbedaan lain yang ditekankan oleh Gus Yahya adalah soal strategi manuver yang dilakukan selama kunjungan. Gus Dur datang ke Israel dengan engagement strategis yang jelas.
“Gus Dur tahu betul di sana isinya apa saja dan harus engage dengan siapa. Ini yang saya contoh. Saya bahkan melakukan konsolidasi lebih luas sampai ke Amerika dan Eropa sehingga engagement saya bukan hanya hadir untuk acara ini-itu, tetapi betul-betul engagement strategis dengan jaringan global yang signifikan. Maka, tidak bisa asal-asalan,” tegas Gus Yahya.
Kunjungan Lima Nahdliyin
Dalam konteks kunjungan lima Nahdliyin tersebut, Gus Yahya mengatakan bahwa mereka pergi atas nama pribadi dan harus bertanggung jawab secara pribadi pula.
“Ini urusan pribadi mereka, silakan tanggung jawabkan secara pribadi kepada publik. Seperti Gus Dur dulu mempertanggungjawabkan secara pribadi walaupun ketua umum (ketika itu). Saya sendiri juga mempertanggungjawabkan secara pribadi karena lembaga tidak terlibat dalam organisasi ini,” tutupnya.