OPINI  

Menelusuri Akar Kebencian, Dari Fenomena Pemuka Agama dan Pedagang Es Teh

Penulis Muhammad Safawi Al Jawy / Akademisi Penggiat Literasi

Ilustrasi Pemuka Agama dan Pedagang Es Teh (suarain.com by chatgpt)
Iklan Pemilu

Jum’at, 13 Desember 2024

Agaknya, akhir-akhir ini roda memakmuran kapitalis dikendalikan oleh setumpuk kebencian. Cobalah tengok kasus-kasus viral belakangan ini. Bagaimana proses kapitalisasi yang menggerakan emosional publik.

Viralisme di atas kebenaran faktuil. Orang-orang menganggap kebencian diukur dari satu sisi yaitu sisi banyaknya orang-orang yang ikut menyebarkan objek informasi itu sendiri.

Sepotong video perlakuan kasar misalnya, dipenggal di potong. Lalu diisi dengan narasi-narasi emosional. Melahirkan frame bahwa dalam video tersebut mengandung unsur kekerasan.

Padahal sesungguhnya, dalam video itu adalah perlawanan sesorang terhadap pelaku begal yang nyaris merenggut nyawanya. Dalam meja hukum, si Korban menjadi tersangka.

Lihat Kasus Korban Menjadi Tersangka……

Bagi Husserl, Filsuf yang dikenal sebagai bapak Fenomenologi.

Fenomenologi adalah suatu kajian filsafat yang menggambarkan apa yang tampak bagi kita terhadap satu objek, tanpa pengandaian-pengandaian ataupun spekulasi hipotesis.

Tagline yang kerap jadikan pedoman beliau, “kembali kepada objek itu sendiri”.

Artinya kita diajak untuk melepaskan pengandaian-pengandaian kita yang bisa saja itu salah dan amat subjektif, ketika melihat sesuatu.

Baca Juga  Standar Ganda DPR RI Terhadap Putusan MK

Kasus Gus Miftah hendaknya kita lihat secara fenomenologis yang menerangkan kepada kita sebuah fenomena. Bahwa pedagang es teh yang sedang diolok-olok pemuka agama yang akan mempunyai banyak kemungkinan-kemungkinan setelah fenomena itu berlalu.

Dan, Kita seharusnya tidak terjebak dengan satu frame kemungkinan lantas menghakiminya sebagai terdakwa, (seorang pemuka agama yang tidak bermoral dalam lisan).

Sementra fenomena tersebut juga memberikan kemungkinan yang lain, bahwa banyak yang diuntungkan atas fenomena itu.

Pertama, Profit konten yang jelas bagi mereka yang berhasil meraup pundi-pundi (Ads, Endors, Kunjungan akun, jangkauan da sederet potensial Profit yang lain).

Kedua, Kebencian kita itu mempunyai akar yang tertanam jauh dan menghujam. Kalau kata Mbah Tejo, Bukan karna empati pada Penjual es Teh, karna kebencian kepada Gus Miftah saja yang sdah mengakar kuat.

Mungkin Kek Gitu!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *