Falsafah Kepemimpinan Jawa Yang Membawa Pada Kejayaan

Iklan Pemilu

Jum’at, 13 Desember 2024

Tidak bisa kita pungkiri bahwa suku Jawa menjadi suku terbesar di Nusantara. Disetiap pulau di Indoenesia selalu ditemukan komunitas penduduk Jawa. Komunitas Jawa kemudian tumbuh dan memberikan pengaruh disetiap daerah yang mereka huni meski bukan menjadi penduduk asli.

Etnis Jawa memiliki konsep-konsep yang kemudian disebut sebagai falsafah. Falsafah-falsafah itupun tersebar dalam berbagai dimensi kehidupan.

Dimensi kehidupan itu seperti etika dan tata karma sosial, hukum, keadilan serta kebenaran. Selain itu termasuk juga ilmu pengetahuan dan pendidikan.

Kemudian membentuk hubungan sosial, kekerabatan menumbuhkan sikap gotong royong, kepercayaan dan religiusitas, kewaspadaan dan introspeksi serta seluruh aspek dalam kehidupan manusia dan alam.

Kemudian di antara falsafah-falsafah tersebut, falsafah kepemimpinan adalah falsafah yang paling menonjol dan dikenal luas oleh masyarakat Nusantara.

Tentu fakta-fakta itu tidak mengherankan mengingat masyarakat Jawa gemar memimpin.

Lalu ketika orang Jawa memimpin, mereka seringkali menyatakan menggunakan falsafah Jawa sebagai pedoman kepemimpinan mereka.

Beberapa falsafah kepemimpinan Jawa yang populer diantaranya adalah falsafah kepemimpinan astabratha, falsafah kepemimpinan tribrata.

Lalu falsafah kepemimpinan Gajah Mada dan falsafah kepemimpinan Sultan Agung yang diungkapkan lewatSerat Sastra Gendhing.

Keempat falsafah tersebut menjadi peta jalan, panduan yang dipegang teguh.

Falsafah-falsafah itu mencerminkan spiritualitas Jawa yang inspiratif dan berpengaruh besar pada pandangan hidup masyarakat Jawa secara umum.

Baca Juga  Tata Nilai Budaya Modal Utama Wujudkan Masyarakat Langkat Berkah

Falsafah Astabratha

Astabratha adalah falsafah yang menganggap pemimpin harus memiliki watak adil merata tanpa pilih kasih.

Secara rinci konsep ini terurai dalam delapan (asta) watak: bumi, api, air, angin, angkasa, matahari, bulan, dan bintang.

Di dalam bahasa Jawa disebut bumi, geni, banyu, bayu, langit, surya, candra, dan kartika.

Falsafah Tri Brata

Kemudian falsafah Tri Bata memiliki tiga prinsip yaitu :

  1. Rumongso melu handarbeni (merasa ikut memiliki),
  2. Wajib melu hangrungkebi (wajib ikut membela dengan ikhlas),
  3. Mulat sariro hangrasa wani (mawas diri dan memiliki sifat berani untuk kebenaran).

Falsafah ini masih relevan diaplikasi di masa kini.

Falsafah Gadjah Mada

Ketiga falsafah yang terinpirasi dari Gadjah Mada. Secara garis besar falsafah kepemimpinan Gadjah Mada memuat tiga dimensi, yaitu :

  1. Spiritual
  2. Moral, dan
  3. Manajerial.

Selanjutnya dimensi Spiritual terdiri dari tiga prinsip, yakni :

  1. Wijaya yang berupa sikap tenang, sabar,
  2. Bijaksana; masihi samasta bhuwana yang berwujud mencintai alam semesta; dan
  3. Prasaja yang berbentuk sikap hidup sederhana.

Kemudian dimensi moral, pada dimensi kepemimpinan Gadjah Mada terdiri dari enam prinsip, yaitu:

  1. Mantriwira yang berwujud berani membela dan menegakkan kebenaran dan keadilan;
  2. Sarjawa upasama yang berupa sikap rendah hati;
  3. Tan satrisna yang berbentuk sifat tidak pilih kasih;
  4. Sumantri yang berwujud sikap tegas, jujur, bersih, berwibawa;
  5. Sih samasta bhuwana yang berbentuk kondisi dicintai segenap lapisan masyarakat dan mencintai rakyat;
  6. Nagara gineng pratijna yaitu mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, golongan, dan keluarga.
Baca Juga  Panduan Keluarga Menuju Gaya Hidup Sehat dengan Real Food

Dimensi Manajerial terdiri dari sembilan prinsip, yaitu:

  1. Natangguan yaitu mendapat dan menjaga kepercayaan dari masyarakat;
  2. Satya bhakti prabhu yaitu loyal dan setia kepada nusa dan bangsa;
  3. Wagmiwag yaitu pandai bicara dengan sopan;
  4. Wicaksaneng naya yaitu pandai diplomasi, strategi, dan siasat;
  5. Dhirotsaha yaitu sikap rajin dan tekun bekerja dan mengabdi untuk kepentingan umum;
  6. Dibyacitta yaitu lapang dada dan bersedia menerima pendapat orang lain;
  7. Nayaken musuhdengan sikap menguasai musuh dari dalam dan dari luar;
  8. Ambek paramartha yaitu pandai menentukan prioritas yang penting, serta
  9. Waspada purwartha yaitu sikap selalu waspada dan introspeksi untuk melakukan perbaikan.

Falsafah Sultan Agung

Kepemimpinan Sultan Agung, yang diungkapkan lewat Serat Sastra Gendhing.

Falsafah ini memuat tujuh amanah.

Pertama, swadana maharjeng tursita, menyebutkan bahwa seorang pemimpin haruslah memiliki sosok intelektual, berilmu, jujur, dan pandai menjaga nama, mampu menjalin komunikasi atas dasar prinsip kemandirian.

Kedua, bahni bahna amurbeng jurit, menyebutkan bahwa seorang pemimpin harus selalu berada di depan dengan memberikan keteladanan dalam membela keadilan dan kebenaran.

Baca Juga  Kenali, Ini Silsilah Politik Bapaslon Satria Maju Pilkada Langakt 2024

Ketiga, rukti setya garba rukmi, menggarisbawahi bahwa seorang pemimpin harus memiliki tekad bulat menghimpun segala daya dan potensi guna kemakmuran dan ketinggian martabat bangsa.

Keempat, sripandayasih krani, yaitu pemimpin harus memiliki tekad menjaga sumber-sumber kesucian agama dan kebudayaan, agar berdaya manfaat bagi masyarakat luas.

Kelima, gaugana hasta, yaitu seorang pemimpin harus mengembangkan seni sastra, seni suara, dan seni tari guna mengisi peradapan bangsa.

Keenam, stiranggana cita, yaitu seorang pemimpin harus memiliki keinginan kuat untuk melestarikan dan mengembangkan budaya, mengembangkan ilmu pengetahuan, dan membawa obor kebahagiaan umat manusia.

Ketujuh, smara bhumi adi manggala, yaitu seorang pemimpin harus menjadi pelopor pemersatu dari berbagai kepentingan yang berbeda-beda dari waktu ke waktu, serta berperan dalam perdamaian di dunia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *