BERITA  

Praktik Kotor 3 RS Akali BPJS, Satu Di Langkat dan Binjai, Begini Modusnya

Iklan Pemilu

Suarain.com  – Alih-alih memberikan pelayanan kesehatan secara maksimal kepada masyarakat. Tiga rumah sakit ini malah lakukan praktik kotor demi meraup keuntungan dengan mengakali tagihan Badan Penyelenggaraan  Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Pratik licik oknum Rumah Sakit (RS) terungkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Tim Gabungan.

Tim gabungan itu terdiri dari KPK, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan BPJS Kesehatan.

KPK mengungkap praktik kotor itu setelah tim gabungan memeriksa enam RS di tiga provinsi sebagai sampel.

Setelah melakukan pemeriksaan tim gabungan itu menemukan tiga RS yang melakukan klaim fiktif tagihan BPJS Kesehatan.

Pahala menyebutkan, tiga rumah sakit tersebut, yakni rumah sakit swasta mulai dari Jawa Tengah hingga Sumatra.

Rumah sakit di Binjai, Sumatera Utara dengan kerugian Rp 4 miliar.

Kemudian satu rumah sakit di Langkat, Sumatera Utara dengan kerugian Rp 1 miliar.

Satu lagi RS berada di Jawa Tengah (Jateng) yang melakukan klaim fiktif dengan nilai Rp 20 miliar sampai Rp 30 miliar.

“Rp 29 miliar di (RS) Magelang (Jawa Tengah), Rp 4 miliar di Binjai (Sumatra Utara), Rp 1 miliar di Langkat (Sumatra Utara). Semua RS swasta,” sebut dia.

Modus Praktik Kotor RS Akali BPJS Kesehatan  

Pahala Nainggolan, Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK

Pahala mengungkap beberapa modus oknum RS yang mengakali tagihan BPJS Kesehatan sehingga negara merugi puluhan miliaran rupiah.

1. Manipulasi Diagnosis

Oknum RS melakukan phantom/manipulation diagnosis atau Rumah Sakit memanipulasi tindakan lalu mengajukan klaim atas tindakan medis tersebut.

Dengan modus ini, oknum RS memberikan laporan kepada BPJS Kesehatan bahwa seluruh pasien menjalani operasi katarak.

Sebagai contoh, oknum RS melakukan pemeriksaan kepada 39 pasien.

foto hellosehat.com

Namun, oknum RS memberikan laporan kepada BPJS kesehatan bahwa seluruh pasien yang diperiksa menjalani operasi katarak.

Baca Juga  Siapkan Jusuf Hamka Dampingi Kaesang Di Jakarta, Ternyata Ini Alasan Golkar

Pada Pratik ini tim gabungan menemukan fakta bahwa pasien yang menjalani operasi katarak hanya berjumlah 14 pasien, sementara 25 pasien lainnya adalah data medis yang telah dimanipulasi.

Pahala mengatakan, Ketika melakukan pengecekan, operasi yang dilakukan terhadap satu mata namun diklaim dua mata.

2. Manipulasi tagihan / Phantom Billing

Selain memanipulasi diagnosis, oknum RS juga melakukan manipulasi tagihan, phantom billing atau klaim fiktif untuk tagihan pasien.

Pahala menerang dalam modus ini oknum RS yang melakukan phantom billing sengaja menggelembungkan jumlah klaim layanan kepada BPJS Kesehatan.

Pahala mencontohkan, RS melayani fisioterapi sebanyak 1.000 kasus dalam 30 hari.

Namun pihak RS mengajukan tagihan fisoterapi kepada BPJS Kesehatan sebanyak 4.000 kasus, atau menaikan sebanyak 3.000 kasus.

3. Klaim Tagihan Yang Berulang

Mengutip Kompas.com, Rabu (24/7/2024), ada oknum RS yang mengakali tagihan BPJS Kesehatan dengan mengubah kode diagnosis supaya uang yang diklaim lebih besar.

Pada praktik ini pihak RS tidak hanya mengubah kode diagnosis.

Selain dari itu juga mengulang klaim yang sudah dilakukan sebelumnya atau disebut dengan repeat billing.

Dengan praktik ini BPJS Kesehatan mengalami kerugian mencapai 1 miliar rupiah sampai 30 miliar rupiah.

4. Gelar Bakti Sosial Guna Mengupulkan Data Pasien

Dalam paparanya Pahala mengungkapkan modus lain yang dilakukan oknum RS.

Dia mengatakan proses mengajukan klaim fiktif ini terbilang rumit, namun pihak RS mampu memanipulasi dokumen sejak awal.

Pahala menjelaskan, oknum mengumpulkan dokumen pasien, seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), dan nomor Kartu BPJS Kesehatan.

Oknum RS memperoleh dokumen-dokumen tersebut melalui kegiatan bakti sosial yang bekerja sama dengan kepala desa.

Setelah mengumpulkan dokumen pasien.

Selanjutnya oknum RS membuat data palsu yang menunjukan peserta BPJS Kesehatan yang telah dikumpulkan datanya, lalu diklaim mengalami sakit sehingga butuh penangan medis.

Baca Juga  Thomas Saputra Ketua HIPMI Langkat Pimpin Forum TJSP

Tidak Dilakukan Oleh Satu Orang

Setelah mengumpulkan dokumen pasien dan mengeklaim pasien mengalami sakit sehingga butuh penangan medis.

Selanjutnya oknum RS mengeluarkan surat eligible (kelayakan seseorang memenuhi standar tertentu) peserta BPJS Kesehatan sampai dokter yang sudah tidak lagi bekerja di RS yang bersangkutan.

“Ada dokter tanda tangan oke semua. Jadi klaim fiktif ini enggak mungkin satu orang, dan enggak mungkin dokter saja sendiri,” ujar Pahala.

Selain itu, oknum RS juga membuat rekam medis, resume medis, catatan program pasien, dan pemeriksaan penunjang untuk memuluskan akal culasnya.

Pahala mengatakan, modus tersebut sudah dilakukan oleh komplotan dan dijalankan secara rapi dengan menggunakan data pasien penyakit tertentu (fiktif) dengan layanan yang sesuai.

Setidaknya ada delapan orang dari pihak rumah sakit yang diduga melakukan tindak pidana tersebut.

“Banyak, dari pemilik, ada keluarganya, dokter, delapan sepertinya, intinya ini enggak mungkin sendiri,” terang Pahala, Rabu (24/7/2024).

Sanksi Bagi RS dan Dokter Yang Mengakali BPJS Kesehatan

ilustrasi rumah sakit dan dokter

Bagi Fasilitas Kesehatan (Faskes) yang melukan pelanggaran perjanjian kerja sama Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, dapat dijatuhi sanksi.

Menutip Bisnis.com, Kepala Humas BPJS Kesehatan Rizky Anugrah menjelaskan pelanggaran kerja sama ini bisa menjadi penyebab BPJS Kesehatan memutus kontrak kerja sama sehingga faskes tidak dapat melayani peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

“Apabila pada proses pelaksanaannya terdapat sengketa yang berkaitan dengan kejadian kecurangan [fraud], maka ketentuan atau sanksinya mengacu pada ketentuan yang berlaku, saat ini Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 16 Tahun 2019,” kata Rizky Selasa (30/07/2024).

Faskes melanggar kerja sama dengan BPJS Kesehatan bisa dikenakan sanksi administratif berupa teguran lisan, teguran tertulis, dan/atau ganti rugi akibat tindakan fraud kepada pihak yang dirugikan.

Baca Juga  Presiden Berangkat Ke Abu Dhabi Tingkatkan Kemitraan

Terpisah, Kemenkes mengingatkan, ada sederet sanksi yang siap dijatuhkan apabila pihak RS maupun dokter terbukti melakukan klaim fiktif kepada BPJS Kesehatan.

Inspektur Jenderal (Irjen) Kemenkes, Murti Utami menegaskan, izin praktik dokter dan RS akan dicabut apabila terbukti melakukan klaim fiktif.

Pihak Kemenkes juga akan mencantumkan keterlibatan klaim fiktif BPJS dalam data dokter atau tenaga kesehatan lain yang terbukti melakukan tindakan tersebut.

Selain itu, pihaknya juga akan membekukan Satuan Kredit Profesi (SKP) Dokter yang setiap tahunnya harus mengumpulkan 50 angka kredit untuk menjaga kompetensi.

Apabila SKP dibekukan maka para dokter atau tenaga medis yang terlibat akan kesulitan mengumpulkan poin kredit tahunan.

Tempo 6 Bulan RS Sakit Harus Kembalikan Uang 

Lebih lanjut, Pahala mengungkapkan, tim gabungan akan memberikan waktu 6 bulan bagi RS untuk mengembalikan uang hasil klaim kepada pihak BPJS.

Jika setelah 6 bulan pemeriksa masih menemukan kecurangan,pemerintah akan menjatuhkan sanksu kepada pihak RS.

Saksi sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 16 Tahun 2019 Tentang pencegahan dan Penanganan Kecurangan (Fraud) Serta Pengenaan Sanksi Administrasi Terhadap Kecurangan dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan.

Pemerintah dapat menjatuhkan sanksi berupa pencabutan kerja sama dengan BPJS, pencabutan izin praktik dokter, hingga pencabutan izin rumah sakit sebagai tindakan paling akhir.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *