Dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait penghapusan ambang batas minimal pengusulan calon presiden terdapat dua hakim yang berbeda pendapat (dissenting opinion).
Kedua Hakim Konstitusi itu yakni Anwar Usman dan Daniel Yusmic P. Foekh berpendapat berbeda soal perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024, Kamis, 2 Januari 2025. mengutip situs web mahkamah konstitusi.
Mereka berpendapat bahwa putusan Mahkamah memberikan kedudukan hukum kepada para Pemohon hingga kemudian mempertimbangkan pokok perkara dengan mengabulkan untuk seluruhnya.
Keduanya mempersoalkan mengenai kedudukan hukum para Pemohon.
“Kami berpendapat bahwa Mahkamah seharusnya menyatakan para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum. Atas dasar itu permohonan para Pemohon tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard).” pendapat keduanya, mengutip amar putusan
Nomor 62/PUU-XXII/2024.
Respon Pakar Kepemiluan
Titi Anggraini, Pakar Kepemiluan dari Universitas Indonesia, menyambut baik putusan MK terkait penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan wakilnya.
Melalui akun X, ia mencuitkan pendapatnya “Putusan ini kemenangan bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Menurutnya putusan MK tersebut merupakan kemenangan seluruh rakyat Indonesia.
“Putusan ini kemenangan bagi seluruh rakyat Indonesia. Tidak ada yang dirugikan,”
Ia mengatakan semua partai politik mendapatkan manfaat akses pencalonan yang setara.
Selain itu masyarakat sebagai pemilih mendapatkan keragaman pilihan politik melalui pemilu yang inklusif.
“Serta pemilih mendapatkan keragaman pilihan politik melalui pemilu yang lebih inklusif.”
Selanjutnya Ia menilai anak-anak Indonesia akan lebih berani bermimpi menjadi Presiden dan wakil Presiden.
“Anak-anak Indonesia jadi lebih berani bermimpi menjadi Presiden/Wakil Presiden karena akses itu lebih terbuka untuk direalisasikan saat ini melalui Putusan MK No.62/PUU-XXII/2024.”
Ia juga mewanti-wanti Pemerintah dan DPR untuk tidak mencoba-coba mendistorsi putusan MK.
“Belajar dari Aksi “Peringatan Darurat” RUU Pilkada. Jangan sampai ada upaya untuk mendistorsi putsuan MK. Apalagi mencoba membuat tafsir yang menyimpangi Putusan MK.”
Ia mengingatkan pihak-pihak terkait itu tidak memancing sensitivitas rakyat Indonesia.
“Rakyat sangat sensitif pada pembonsaian hak mereka. Maka itu, laksanakan Putusan MK ini dengan konsisten dan sebaik-baiknya,” tegas Titi dalam cuitannya.