Langkat harus memiliki Universitas. Tidak sedikit yang berangan-angan akan itu. Sebagaimana daerah lain yang telah memiliki kampus negeri maupun swasta sebagai simbol kemajuan sektor pendidikan.
Gagasan membangun perguruan tinggi di Kabupaten Langkat pun sudah berhembus cukup lama. Bahkan sejak puluhan tahun lalu.
Namun, sebelum melangkah. Ada baiknya kita berpikir ulang. Benarkah Langkat membutuhkan Universitas?
Apakah dengan mendirikan universitas, menjawab permasalahan Sumber Daya Manusia di Langkat? Apa sebenarnya yang dibutuhkan Langkat di sektor pendidikan?
Tulisan ini menyajikan sejumlah fakta dan data yang menjadi rujukan, jalan keluar pembangunan manusia di daerah ini.
Langkat bukanlah kabupaten yang kekurangan gelar, tetapi kekurangan keterampilan.
Daerah ini tak minim sarjana, namun minim tenaga terampil yang siap kerja dan siap menciptakan lapangan kerja.
Oleh karena itu, jika orientasi Pemerintah Daerah adalah pembangunan SDM yang relevan serta berdampak langsung dalam mengurai permasalahan. Maka, Langkat lebih membutuhkan pendidikan vokasi yang kuat ketimbang universitas.
Menjawab Kebutuhan Daerah
Universitas dengan program studi teoritis seperti hukum, ekonomi, atau administrasi memang penting. Namun sebagian besar lulusannya tidak langsung siap kerja.
Begitupun dengan bidang pendidikan keguruan yang tiap tahunnya mencetak ribuan sarjana baru bergelar S.Pd, dengan penyerapan guru ASN/PPPK yang sangat terbatas.
Mari kita merujuk pada Data BPS. Jumlah sarjana di Kabupaten Langkat pada tahun 2024 diperkirakan mencapai 24.530 orang.
Namun, data tahun 2021 mencatat sebanyak 4.419 di antaranya masih menganggur, atau sekitar 17,5 persen.
Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) lulusan pendidikan tinggi Sumatera Utara tahun 2025 yang berada di angka 8,1 persen.
Nah, jika standar provinsi 8,1 persen diterapkan pada jumlah sarjana Langkat saat ini, maka seharusnya hanya sekitar 1.987 orang yang belum bekerja. Data menunjukan bahwa angka riil tahun 2021 dua kali lipat lebih besar.
Permasalahan Daerah
Hal itu menunjukkan bahwa Langkat menghadapi hambatan struktural dalam menyerap lulusan sarjana ke dunia kerja.
Tingginya tingkat pengangguran, menunjukkan masalah serius pada ekosistem ketenagakerjaan lokal yang tidak mampu mengimbangi laju pertumbuhan SDM terdidik.
Masalah ini bukan hanya soal angka. Ini menyangkut harapan keluarga, energi anak muda, dan kegagalan sistem dalam menyambungkan pendidikan dengan pekerjaan.
Banyak sarjana pulang kampung, bukan dengan kerja, tapi dengan kekecewaan karena tak tahu harus mulai dari mana.
Untuk itu Langkat perlu pendekatan yang lebih progresif, terarah, dan berbasis data untuk menghindari “ironi pendidikan.”
Di mana semakin tinggi pendidikan, semakin sulit mendapatkan pekerjaan.
Membangun Masa Depan Yang Relevan
Sebagai daerah dengan 23 kecamatan, serta memiliki lanskap geografis yang beragam, seperti perbukitan dan hutan tropis di barat dan selatan, lahan pertanian di tengah, serta pesisir timur yang berbatasan dengan Selat Malaka.
Langkat memiliki potensi luar biasa di sektor pertanian, perikanan, perkebunan peternakan, pariwisata, dan UMKM.
Maka muncul pertanyaan. Berapa banyak anak muda Langkat yang memiliki kompetensi di bidang pengolahan hasil pertanian, perkebunan, ekowisata, teknologi pangan, otomotif, atau digital kreatif? Jumlahnya sangat minim, bukan?
Inilah ruang kosong yang tidak bisa diisi oleh universitas yang hanya menyajikan teori. Pengisi kekosongan yang paling relevan adalah pendidikan vokasi berbasis kebutuhan lokal.
Pemkab Harus Ambil Inisiatif
Pemerintah Kabupaten Langkat harus mengarahkan rencana pembangunan pendidikan tinggi ke arah politeknik atau akademi komunitas vokasi.
Program-program seperti berikut akan sangat relevan:
- Agroindustri dan Teknologi Pertanian
- Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan
- Teknik Alat Berat dan Otomotif
- Manajemen Ekowisata dan Perhotelan
- Teknologi Informasi dan Digital Kreatif
- Teknik Pengolahan Pangan dan UMKM
Pasar dunia kerja lebih mudah menyerap lulusan vokasi karena memiliki kompetensi. Selain itu, mereka juga bisa membuka usaha sendiri, dan tetap tinggal di kampung halamannya.
Pendidikan vokasi juga lebih inklusif dengan biaya murah, masa studi singkat, dan langsung terhubung dengan praktik.
Jika Pemerintah Kabupaten Langkat serius ingin membangun SDM unggul, maka ada beberapa langkah nyata yang bisa dilakukan:
- Menyusun roadmap pendidikan vokasi daerah, bekerja sama dengan Kemendikbudristek, dunia industri, dan perguruan tinggi vokasi nasional.
- Menghidupkan kembali Balai Latihan Kerja (BLK) di setiap kecamatan sebagai mitra vokasi informal.
- Menggandeng Perusahaan dan UMKM lokal sebagai penampung lulusan vokasi.
- Membuka beasiswa khusus untuk studi vokasi, baik di dalam maupun luar daerah.
- Menjadikan pendidikan vokasi sebagai prioritas RPJMD dan APBD, bukan hanya simbol seremonial.
Kita tidak sedang berlomba membangun kampus bergedung megah. Kita tidak perlu meniru kota besar hanya demi mengejar simbol.
Karena apa gunanya universitas berdiri megah jika rakyatnya tetap sulit mencari kerja atau membuka usaha?
Pendidikan harus menyentuh realitas. Dan hari ini, realitas Langkat menuntut pendidikan vokasi yang kuat, terintegrasi, dan berbasis kebutuhan lokal.
Masa depan yang relevan tidak lahir dari sorotan mercusuar, tetapi dari kerja nyata dan keterampilan yang dibutuhkan daerah.