Penghayat budaya Melayu, Husnul Yakin mengingatkan agar pelestarian adat dilakukan dengan benar. Bukan malah menjadikannya ajang klaim sepihak dan menyesatkan.
Pandangannya itu bauh dari pagelaran seni di Gedung MABMI di Stabat, beberapa waktu lalu. Acara itu memunculkan anggapan seolah-olah Tari Dulang lahir dan hanya ada di Stabat.
“Ini perlu klarifikasi. Kita harus menggalinya dari sumber yang benar supaya tidak terjadi kekeliruan. Bagi orang Melayu, adat bersendi syarak, syarak bersendi Kitabullah. Jangan sampai terjadi ada hal-hal seperti itu, sehingga adat itu sendiri jadi tak beradat,” tegas Khusnul, Selasa 26 Agustus 2025 via telpon seluler.
Ia menilai, saat ini banyak tokoh yang dipandang sebagai pelestari adat. Namun justru ikut mencemari adat dengan perilaku yang tidak sejalan dengan nilai-nilainya.
“Gayanya tampak beradat, cinta adat, tapi sebenarnya sedang berproses melecehkan adat,” katanya.
Husnul menekankan pentingnya peran pemerintah dan lembaga adat untuk benar-benar mengasuh budaya Melayu secara serius, mulai dari akar hingga pucuknya.
Ia juga mengkritisi banyaknya wadah atau organisasi adat yang lebih sibuk menonjolkan diri ketimbang bersinergi.
“Kita tidak bisa pungkiri, sifat orang Melayu sekarang ini macam batang aren. Kalau tumbuh rapat, tetap meninggikan pucuknya sendiri. Dia tak peduli siapa pun, yang penting nak tinggi sebenang. Walaupun berbahasa seolah sosial, seolah tawaduk, tapi pada praktiknya tetap nak meninggi diri,” ujarnya.
Lebih jauh, Husnul meminta publik untuk menunjuk siapa tokoh Melayu, baik di tingkat kecamatan, kabupaten, provinsi, hingga nasional yang benar-benar berbuat untuk melestarikan adat budaya.
“Kebanyakan hanya pandai bercakap-cakap. Bukti perbuatannya tidak ada. Tapi mereka tetap ditokohkan hanya karena pandai berbual, bukan karena berbuat,” tegasnya.
Menurutnya, Langkat adalah tanah Melayu yang melahirkan banyak tokoh besar. Namun pelestarian adat di daerah ini belum mendapatkan perhatian serius.
“Kalau pun ada yang bertahan, itu tumbuh secara alami, tidak ada pupuknya, hanya dengan embun dari alam. Tidak ada perhatian khusus dari pihak yang berwenang,” ujarnya.
Tidak Murni, Bermuatan Politis
Ia mencontohkan, mestinya ada upaya nyata untuk menjaga warisan seni seperti Tari Inai.
“Cari grupnya, sumbangkan baju, gendang, buat festivalnya. Kalau tidak bisa nasional, ya minimal tingkat kabupaten atau kecamatan. Tapi mana ada yang berbuat begitu?” katanya.
Menurut Husnul, masyarakat sebenarnya ingin melestarikan adat Melayu. Namun tidak tahu harus menyampaikan kepada siapa.
Juru Bicara perkawinan Melayu dari Perhiasan, Selesai, Langkat ini berpandangan bahwa upaya yang dilakukan terkadang tidak murni karena sarat muatan politik.
“Misalnya, ada yang mengumpulkan seluruh telangkai, membuat grup, memberi satu setel pakaian, tapi di balik itu ada maksud lain. Bukan murni untuk memajukan adat,” ujarnya.
Ia menegaskan, anggota telangkai adalah pihak yang mengasuh adat di Langkat, tetapi selama ini tidak pernah diperhatikan.
“Tokoh mana yang memperhatikan kami? Tak ada juga. Tapi nanti kalau ada acara, kami dielu-elukan,” pungkasnya.