Kasus dugaan love scamming yang menimpa seorang pria berinisial AM hingga merugi Rp87 juta menuai sorotan dari Lawan Institute. Koordinator Abdul Rahim mengecam lambannya proses hukum dan menegaskan pentingnya literasi relasi digital serta perlindungan menyeluruh bagi korban penipuan berbasis emosi.
Abdul Rahim, sekaligus Dosen STIT Al Washliyah Kota Binjai menegaskan bahwa kasus ini bukan sekadar penipuan biasa. Melainkan bentuk eksploitasi emosional yang memanfaatkan ketulusan dan niat baik korban dalam membangun hubungan serius.
“Ini kejahatan yang kompleks, karena melibatkan aspek psikologis dan sosial. Korban tidak hanya dirugikan secara materi, tapi juga secara mental dan emosional,” ujarnya.
Rahim mengkritik lambannya penanganan kasus oleh kepolisian, yang menurutnya membuka ruang bagi modus serupa terus berulang.
Ia menyebut laporan terhadap terduga pelaku berinisial SA sudah masuk ke Polres Jakarta Selatan sejak dua tahun lalu, namun hingga kini belum ada penetapan tersangka.
“Publik bertanya-tanya, di mana keberpihakan aparat terhadap korban? Ini harus menjadi perhatian serius,” katanya.
Banyak korban memilih diam karena malu atau takut mendapat penghakiman, demikian Rahim menyoroti persoalan ini.
Untuk itu, ia mendorong negara dan aparat penegak hukum menciptakan sistem perlindungan yang aman dan ramah agar korban berani bersuara dan menuntut keadilan.
Abdul Rahim juga mengusulkan agar kepolisian segera membentuk unit khusus yang fokus menangani penipuan berbasis relasi digital, seiring meningkatnya jumlah kasus yang menggunakan modus serupa.
Lawan Institute mendata sejumlah kasus serupa di berbagai daerah di Sumatera Utara. Meskipun kerugian yang dialami korban belum sebesar yang terjadi di Jakarta.
“Pola dan dampaknya tetap sama. Kerugian bukan hanya uang, tapi juga harga diri korban,” ujarnya.
Ia juga meyakini pelaku tidak bekerja sendiri, melainkan bagian dari jaringan atau setidaknya memiliki rekam jejak melakukan penipuan serupa. Karena itu, ia mendesak pengusutan menyeluruh terhadap jaringan pelaku.
Tak kalah penting, Abdul Rahim menekankan pentingnya peningkatan literasi digital dan relasi sehat di masyarakat, terutama generasi muda.
Menurutnya, pendidikan di Indonesia masih terlalu fokus pada aspek akademik dan kurang membekali generasi muda dengan kecakapan sosial dan emosional yang krusial di era digital.
“Semakin kita diam, semakin banyak korban akan jatuh. Negara harus hadir dan menjamin keamanan warga di ruang digital,” tutupnya.