Senin, 11 Novemver 2024
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatera Utara mengutuk keras kasus dugaan penyerangan prajurit TNI dari Batalyon Artileri Medan Yon Armed-2/105 Kilap Sumagan, terhadap warga di Desa Selamat, Kecamatan Sibiru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Jumat , 8 November 2024 malam.
KontraS menilai, penyerangan yang memakan korban jiwa dan luka berat ini adalah bentuk penyimpanagn dari peran, fungsi, tugas TNI sebagaimana tercantum dalam UU no 34 Tahun 2004
tentang Tentara Nasional Indonesia.
Kasus harus menjadi evaluasi bagi TNI. Slogan “TNI Kuat Bersama Rakyat” seakan hanya sebatas kata. Tidak menginternalisasikan pada jiwa patriot prajurit.
“TNI harusnya kuat bersama rakyat, bukan kuat untuk membunuh rakyat. TNI yang harusnya menjaga kedaulatan negara malah begitu ringan tangan untuk menganiaya rakyat,” kata Staff
Advokasi KontraS Sumut, Ady Yoga Kemit.
Reformasi TNI Jalan di Tempat
Lebih lanjut Ady menegaskan bahwasannya tindakan yang dilakukan oleh prajurit TNI Batalyon Yon Armed-2/105 KS menunjukkan bahwa reformasi TNI masih jalan di tempat.
Mandat reformasi TNI justru dikangkangi berulang kali. Salah satu mandat reformasi TNI adalah penghormatan terhadap hak asasi manusia termasuk memastikan prinsip supremasi sipil dalam penyelenggaraan negara tetap terjaga.
Namun sebaliknya, prajurit TNI lagi-lagi tidak menjunjung tinggi prinsip HAM dan tidak benar-benar berdiri bersama kekuatan rakyat.
Para prajurit malah menambah catatan buruk dengan melakukan penyerangan, pemukulan, penggunaan senjata, ancaman terhadap warga sipil yang memberikan rasa takut dan berakibat pada menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi TNI.
@suarain.comPeristiwa duka berdarah kembali terjadi Sumatera Utara. Belum lagi selesai kasus Rico Sempurna Pasaribu dan keluarganya. MHS pelajar (15 tahun) yang meninggal dunia karena adanya dugaan keterlibatan oknum TNI. Peristiwa tragis ini terulang kembali 1 warga si biru-biru meninggal diduga dibunuh anggota TNI Yon Armed 2. Berdasarkan informasi, warga Desa Selamat Biru Biru diduga bentrok dengan TNI Yon Armed 2. Pasca kajadian itu ratusan warga lakukan aksi demo. Mereka mendatangi Markas Yon Armed 2 Kilapsumangan di Jalan Biru Biru, Pasar VI, Delitua, Sabtu, 9 November 2024. Tampak masyarakat beramai-ramai mendatangai markas Yon Armed 2. Mereka membawa mobil ambulance yang diduga berisi jenazah RB. Ia meninggal dunia atas dugaan pembunuhan yang dilakukan oknum TNI. Kedatangan masyarakat guna menuntut pertanggungjawaban Komandan Batalyon Armed Kirab Sumangan atas kematian RB. Selain RB banyak juga warga yang mengalami luka- luka. Aksi warga sempat dihadang sejumlah personel berseragam TNI. Namun karena warga yang semakin banyak berdatangan. Akhirnya rombongan massa terus maju menuju Markas Batalyon Armed.
“Sejatinya Intitusi keamanan dan pertahanan negara ini tidak lagi memiliki keraguan untuk memberikan sanksi kepada prajurit yang melanggar dan menegakkan supremasi hukum,
sebagaimana diamanatkan oleh UU TNI itu sendiri,” tegas Ady.
Selain itu, berkaitan dengan penegakan hukum untuk para prajurit TNI yang melakukan pelanggaran, KontraS juga beranggapan bahwa masih terdapat kegagalan dalam perbaikan sistem
peradilan militer.
Rendahnya tingkat akuntabilitas terhadap pelanggaran hak asasi manusia oleh aparat militer merupakan isu yang masih signifikan.
“Sistem peradilan militer sebaiknya dihindari atau tidak boleh mengadili anggota militer yang dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia berat, seperti penculikan, eksekusi tanpa proses hukum, dan penyiksaan, serta menggugat dan mengadili mereka yang dituduh melakukan kejahatan semacam itu,” katanya.
Duga Ada Pembiaran
Penyerangan ini juga diduga terjadi adanya pembiaran dari komandan pasukan sebagai atasan para
prajurit.
Pembiaran dan pembenaran terhadap kekerasan tersebut berpotensi berbahaya karena dapat menciptakan preseden buruk yang akan memicu kekerasan lain di masa depan.
“Dalam kasus kekerasan yang dilakukan oleh oknum TNI di Kecamatan sibiru-biru. Kita dapat melihat adanya penggunaan kekuatan berlebihan untuk melakukan penghukuman secara sepihak dibluar prosedur hukum. Perlakuan tidak manusiawi tersebut telah menghilangkan nyawa dan
menyebabkan penderitaan fisik dan psikis yang luar biasa terhadap para korban,” terangnya.
Penyerangan prajurit TNI kepada warga kembali memantik betapa pentingnya reformasi sektor
keamanan di Indonesia.
TNI Mestinya Menjadi Menyediakan Keamanan
Aparat militer dan aparat penegak hukum mestinya menjadi lembaga keamanan yang melayani warga negara dan menyediakan keamanan yang berpusat pada rakyat.
Sehingga dapat mengurangi kecenderungan tindakan sewenang-wenang oleh aparat penegak
hukum dan keamanan negara.
“TNI harusnya berdiri bersama rakyat, bukan malah berlari-lari mengejar, memukul, dan menindas
rakyat,” tukas Ady.
Tujuh Peristiwa Penyiksaan di Sumatera Utara
Penyerangan prajurit ini menambah catatan kelam kasus penyiksaan yang dilakukan oleh prajurit TNI.
Setidaknya ada tujuh peristiwa penyiksaan di Sumatera Utara yang diduga dilakukan oleh oknum TNI. Enam di antaranya dilakukan oleh TNI AD.
“Reformasi Sektor Keamanan menjadi penting untuk segera dilakukan hal tersebut dapat menciptakan lembaga keamanan yang melayani warga negara dan menyediakan keamanan yang
berpusat pada rakyat. Sehingga dapat mengurangi kecenderungan tindakan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum dan keamanan negara.,” jelasnya.
Dalam kasus ini, KontraS Sumut menuntut Panglima Kodam I/BB untuk bertanggungjawab. Mendesak proses hukum terhadap seluruh prajurit yang terlibat penyerangan warga Sibiru-Biru.
“Proses hukum yang dilakukan juga harus transparan dan profesional. Jangan karena ingin menjaga citranya, TNI justru menutupi kasus ini,” kata Ady.
KontraS mendesak adanya evaluasi serta tanggung jawab dari pimpinan TNI yang dinilai telah abai dalam melakukan pemantauan terhadap prajuritnya.
Memastikan proses pemulihan hak-hak korban serta perlindungan kepada masyarakat Sibiru-Biru yang masih mengalami trauma melalui peran Komnas HAM dan LPSK.