Hakim memvonis empat pejabat Dinas Pendidikan Langkat dalam kasus dugaan korupsi seleksi PPPK tahun 2023. Keempatnya mendapat masa hukuman yang berbeda. Namun, hakim memutus satu terdakwa lainnya dengan vonis bebas dari segala tuntutan.
Sontak keputusan yang dibacakan pada malam, Jumat 11 Juli 2025 tersebut menuai sorotan tajam dari publik, guru honorer, dan LBH Medan.
Hakim menyatakan empat dari lima terdakwa secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
Keempatnya adalah Kepala Dinas Pendidikan Langkat, Kasi SD, dan dua Kepala Sekolah Dasar.
Berikut rincian putusan terhadap empat terdakwa tersebut:
- Rahayu – 1 tahun 6 bulan penjara, denda Rp50 juta (subsider 3 bulan kurungan.
- Awaluddin – 2 tahun penjara, denda Rp100 juta (subsider 4 bulan.
- Alex – 2 tahun 6 bulan penjara, denda Rp100 juta (subsider 5 bulan kurungan.
- Saiful Abdi – 3 tahun penjara, denda Rp100 juta (subsider 6 bulan kurungan).
Namun, terhadap Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Langkat, Eka Syahputra Depari, Majelis Hakim memvonis bebas karena tidak terbukti bersalah dalam perkara tersebut.
Soroti Vonis dan Dorong JPU Kasasi

Menanggapi putusan tersebut, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan menyatakan menghormati putusan hakim PN Medan. Namun tetap menyampaikan sikap kritis. LBH menilai vonis tersebut belum mencerminkan keadilan substantif.
“Berdasarkan fakta dan bukti di persidangan, kami menduga para terdakwa telah melanggar Pasal 12 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukumannya minimal 4 tahun penjara,” tegas LBH Medan dalam pernyataannya.
LBH Medan mendesak pemecatan terhadap keempat terdakwa yang telah dinyatakan bersalah. Serta mendesak Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumut untuk mengajukan kasasi atas vonis bebas Kepala BKD Langkat.
Respons Atas Tuntutan Ringan JPU
Sebelumnya, JPU menuntut para terdakwa dengan hukuman 1 tahun 6 bulan penjara. Tuntutan ringan ini memicu protes keras dari para guru honorer yang menjadi korban praktik korupsi tersebut.
Ratusan guru honorer bersama LBH Medan sempat melakukan aksi di depan PN Medan, menuntut majelis hakim menjatuhkan hukuman maksimal kepada para terdakwa.
Korupsi yang Luar Biasa
LBH Medan perbuatan terdakwa merupakan bentuk extraordinary crime atau kejahatan luar biasa. Merek melakukannya secara terstruktur, sistematis, dan masif hingga menimbulkan penderitaan bagi ratusan guru honorer dan keluarganya.
“Kejahatan ini bukan hanya melanggar hukum nasional, tetapi juga bertentangan dengan UUD 1945, UU HAM No. 39 Tahun 1999, UU Tipikor, hingga instrumen hak asasi manusia internasional seperti DUHAM dan ICCPR,” tambah LBH Medan.