Penanganan banjir besar yang melanda Kabupaten Langkat sejak Rabu, 26 November 2025, kini memunculkan sorotan tajam. Selain dinilai lambat dalam merespon situasi, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Langkat juga dianggap menyajikan data laporan yang tidak relevan.
Sejumlah informasi yang mereka rilis dinilai tidak sesuai dengan kondisi faktual di lapangan maupun pembaruan data dari BPBD Provinsi Sumatera Utara.
BPBD melaporkan banjir di Langkat berstatus banjir bandang, namun tidak menyampaikan wilayah yang dilanda bandang.
Laporannya, BPBD menyampaikan banjir hanya melanda enam kecamatan di Langkat. Keenam kecamatan tersebut yakni Brandan Barat, Babalan, Sei Lepan, Besitang, Sawit Seberang, dan Tanjung Pura.
Sementara, Kecamatan Pangkalan Susu, Gebang, Padang Tualang, Batang Serangan, Secanggang, Binjai dan Hinai. Lalu Wampu, Stabat dan Pematang Jaya, dilaporkan tidak mengalami banjir. Padahal banjir juga melanda wilayah tersebut.
Anehnya, pada laporan awal, 29 November 2025 BPBD Langkat menyebut tidak ada pengungsi. Padahal terpantau, sejak 27 November 2025 warga terdampak sudah meninggalkan rumah untuk mengungsi ke tempat aman dari banjir.
Kemudian, pembaruan data 30 November 2025 kembali menimbulkan kejanggalan. Dalam rekapitulasi dampak korban, BPBD Langkat melaporkan pengungsi sebanyak 125.610 KK atau 13.664 jiwa. Serta dua warga meninggal dunia. Angka tersebut berselisih dengan laporan sebelumnya yang menyebut seluruh kategori korban nihil.
Lebih jauh, data dari Pusdalops BPBD Provinsi Sumatera Utara, 1 Desember 2025, kembali menunjukkan perbedaan. Menurut laporan provinsi, banjir Langkat mengakibatkan pengungsi 3.416 KK atau 13.664 jiwa. Warga terdampak 125.610 KK atau 502.440 jiwa. Korban meninggal dunia 2 jiwa.
Kalak BPBD Langkat Bungkam
Perbedaan angka antara laporan Kabupaten dan Provinsi ini pun memunculkan pertanyaan serius. Hal itu mengenai akurasi pendataan, terutama terkait jumlah pengungsi dan total warga terdampak.
Kondisi di lapangan menunjukkan sebagian besar wilayah masih dalam penanganan dan belum tersentuh bantuan. Sementara warga menunggu kejelasan informasi yang lebih tepat dari instansi resmi.
Ketidaksinkronan data ini menjadi sorotan, mengingat informasi kebencanaan yang akurat sangat penting dalam menentukan skala bantuan, evakuasi, dan langkah penyelamatan selanjutnya.
Mirisnya, dalam kondisi darurat seperti ini, Kepala Pelaksana (Kalak) BPBD Langkat, Muhammad Ansyari justru memilih bungkam. Konfirmasi yang disampaikan awak media belum mendapat tanggapan hingga berita ini ditayangkan.






